OJK: Bisnis Fintech Itu Seperti Digital Rentenir

3 Maret 2018 23:19 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso (Foto: Dewi Kusuma/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso (Foto: Dewi Kusuma/kumparan)
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam mengakses layanan perusahaan keuangan teknologi atau financial technology (fintech).
ADVERTISEMENT
Perusahaan layanan platform pinjaman langsung tunai (peer to peer lending) tersebut dinilai memiliki risiko tinggi. Dengan bunga pinjaman dipatok cukup tinggi rata-rata di atas 19%, dimungkinkan terjadinya gagal bayar atau default. Bunga tersebut jauh lebih tinggi dari bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang hanya 7%.
Dengan besaran bunga pinjaman yang cukup tinggi tersebut, bahkan OJK mengibaratkannya seperti bisnis rentenir di bidang digital atau digital rentenir.
Di Desember 2017, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) perusahaan fintech tercatat hanya 0,7%, namun di Januari 2018 langsung naik menjadi 1,2%.
"Suku bunga rata-rata 19%, kalau suku bunganya mahal, bahkan ada yang lebih 19%, apakah itu tidak seperti rentenir? Yang punya risiko itu ya peer to peer lending, itu kayak rentenir, digital rentenir. Kita perlu atur supaya adil dan tidak mencekik," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam diskusi bersama Redaktur Media Massa, di Hilton Hotel, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (3/3).
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)
Wimboh mengungkapkan, OJK perlu mengatur keberadaan fintech. Lewat aturan OJK, nantinya perusahaan fintech diwajibkan untuk punya modal khusus yang terpisah dari dana pinjaman dan simpanan. Modal atau dana ini nantinya bisa dipakai jika terjadi default.
"Yang paling penting bagaimana masyarakat bisa terlindungi kepentingannya. Dalam hal ini konteksnya OJK punya tugas edukasi dan perlindungan konsumen. Risiko jika terjadi default ditanggung pemberi pinjaman bukan OJK yang bertanggung jawab. OJK tidak bertanggung jawab bahkan kalau bangkrut," pungkasnya.