OJK Jelaskan Manfaat Fintech buat Masyarakat yang Tak Tersentuh Bank

19 Oktober 2018 22:20 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Jumlah pelaku bisnis financial technology (fintech) berbasis peer to peer (P2P) lending terus bertambah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada 73 perusahaan fintech lending yang telah resmi terdaftar. Bahkan masih terdapat 202 perusahaan yang antre untuk mendaftar.
ADVERTISEMENT
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi, mengatakan bahwa maraknya perkembangan dan kemunculan fintech P2P Lending berbanding lurus dengan kebutuhan masyarakat.
Menurut Hendrikus, ada berbagai macam inklusi keuangan yang dibutuhkan masyarakat. Seperti inklusi tabungan, inklusi pendanaan, inklusi asuransi, dan inklusi pensiun. Dari keempat inklusi tadi ada dua inklusi yang paling dibutuhkan yaitu inkluasi pembayaran dan inklusi pendanaan.
“Misalnya ada petani di Papua sana. Boro-boro dia mau mikir asuransi dan pensiun. Makan untuk nanti malam aja bagaimana. Yang dia butuhkan apa? Pendanaan. Tidak ada yang ngasih modal,” ungkap Hendrikus di Hotel Ibis, Bogor, Jumat (19/10).
Artinya, untuk di remote area, Hendrikus menilai masalah pendanaan yang kini sangat dibutuhkan masyarakat. Hal ini, menurut Hendrikus belum bisa dipenuhi oleh perbankan konvensional. Ia mencontohkan, masyarakat bisa leluasa menyimpan uangnya di perbankan. Namun untuk mendapatkan kredit, ada serangkaian proses yang harus dipenuhi.
ADVERTISEMENT
Kondisi tersebut bukanlah kesalahan atau kekurangan perbankan. Sebab, uang yang ada di perbankan bukanlah milik bank, namun milik nasabah. Sehingga tidak heran jika perbankan harus sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Sayangnya kondisi ini merugikan sebagian kelompok masyarakat yang akhirnya kesulitan mendapatkan kredit dari perbankan.
Hendrikus Passagi (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hendrikus Passagi (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
“Lalu siapa yang salah? Regulatornya yang salah. Ini ngapain aja enggak bisa mikir. Ada kebutuhan masyarakat yang tidak bisa dipenuhi. Makanya salah satunya dengan menghadirkan fintech P2P lending. Mau pinjam uang, 15 menit langsung cair. Uangnya adalah dari orang yang memang berniat meminjamkan uang tersebut,” ujarnya.
Untuk itu, menurut Hendrikus kehadiran P2P lending menjadi solusi keuangan di masa depan. “Ada gap financing yang besar. Ada yang enggak bisa diisi oleh perbankan konvensional. Makanya akan lebih baik jika kolaborasi dengan fintech P2P lending,” tutupnya.
ADVERTISEMENT