OJK: Kami Tak Bisa Atur Besaran Bunga Fintech

13 November 2018 12:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan besaran bunga pinjaman yang ditawarkan layanan Fintech peer to peer (P2P) lending tidak bisa diatur otoritas keuangan. Sebab, tak ada beleid yang mengatur tentang besaran imbal hasil Fintech.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Nurhaida, mengatakan persoalan lainnya adalah karena Fintech P2P lending, sehingga kontrak pinjam-meminjam terjadi secara langsung.
“Ini merupakan kesepakatam di antara keduanya. OJK di sini tidak bisa intervensi,” kata Nurhaida saat ditemui di Gedung Infinity OJK, Wisma Mulia 2, Jakarta Selatan, Selasa (12/11).
Menurut dia, perusahaan Fintech selama ini hanya diwajibkan untuk melakukan keterbukaan informasi atau transparansi. Dengan adanya keterbukaan informasi ini, para pemberi pinjaman bisa mengetahui seberapa besar risiko dari si peminjam.
“Pemberi pinjaman akan tahu tentang kondisi keuangan dan prospek bisnisnya ke depan bagaimana. Dengan begitu, si pemberi pinjaman akan menentukan sendiri-sendiri risiko yang ada bagi bersangkutan untuk memberi pinjaman,” tambahnya lagi.
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Keterbukaan informasi ini, lanjutnya sudah diwajibkan dan tertuang dalam POJK nomor 17. Kalau tidak dijalankan, OJK akan memberi sejumlah sanksi kepada Fintech.
Adanya layanan Fintech diharapkan bisa menggenjot inklusi keuangan bagi masyarakat. Namun, bunga pinjaman Fintech yang sangat tinggi membuat banyak masyarakat yang terjerat utang. Masyarakat pun banyak mengeluhkan soal cara penagihan yang dilakukan Fintech.
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) membuka pos pengaduan bagi masyarakat yang terjerat utang Fintech. Sampai saat ini, sudah 283 kreditur yang meminta pendampingan dan advokasi ke lembaga itu.