OJK: Kami Tak Bisa Atur Besaran Bunga Fintech
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Nurhaida, mengatakan persoalan lainnya adalah karena Fintech P2P lending, sehingga kontrak pinjam-meminjam terjadi secara langsung.
“Ini merupakan kesepakatam di antara keduanya. OJK di sini tidak bisa intervensi,” kata Nurhaida saat ditemui di Gedung Infinity OJK, Wisma Mulia 2, Jakarta Selatan, Selasa (12/11).
Menurut dia, perusahaan Fintech selama ini hanya diwajibkan untuk melakukan keterbukaan informasi atau transparansi. Dengan adanya keterbukaan informasi ini, para pemberi pinjaman bisa mengetahui seberapa besar risiko dari si peminjam.
“Pemberi pinjaman akan tahu tentang kondisi keuangan dan prospek bisnisnya ke depan bagaimana. Dengan begitu, si pemberi pinjaman akan menentukan sendiri-sendiri risiko yang ada bagi bersangkutan untuk memberi pinjaman,” tambahnya lagi.
ADVERTISEMENT
Keterbukaan informasi ini, lanjutnya sudah diwajibkan dan tertuang dalam POJK nomor 17. Kalau tidak dijalankan, OJK akan memberi sejumlah sanksi kepada Fintech.
Adanya layanan Fintech diharapkan bisa menggenjot inklusi keuangan bagi masyarakat. Namun, bunga pinjaman Fintech yang sangat tinggi membuat banyak masyarakat yang terjerat utang. Masyarakat pun banyak mengeluhkan soal cara penagihan yang dilakukan Fintech.
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) membuka pos pengaduan bagi masyarakat yang terjerat utang Fintech. Sampai saat ini, sudah 283 kreditur yang meminta pendampingan dan advokasi ke lembaga itu.