OJK: Waspadai Maraknya Bisnis Fintech

3 Maret 2018 16:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi Keuangan Bersama Ketua OJK Wimboh Santoso (Foto: Dewi Kusuma/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Keuangan Bersama Ketua OJK Wimboh Santoso (Foto: Dewi Kusuma/kumparan)
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, belum ada lembaga yang mengatur keberadaan perusahaan teknologi keuangan atau financial technology (fintech). Hal ini yang menjadi perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika tak diawasi, platform pengumpul dana masyarakat tersebut bisa berisiko tinggi.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, OJK akan mengawasi perkembangan fintech dari sisi transparansi pengumpulan dana. Saat ini, aturannya masih digodok untuk disempurnakan.
Saat ini, sudah ada 36 perusahaan fintech yang terdaftar di OJK, sementara 120 fintech lainnya sedang dalam proses mendaftar dan berminat mendaftar.
"Perkembangan fintech tidak bisa kita bendung, tapi yang paling penting bagaimana masyarakat bisa terlindungi kepentingannya. Dalam hal ini konteksnya OJK punya tugas edukasi dan perlindungan konsumen," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam diskusi bersama Redaktur Media Massa di Hilton Hotel, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (3/3).
Wimboh menjelaskan, keberadaan fintech sangat menarik perhatian masyarakat di tengah rumitnya proses mencari pinjaman lewat perbankan. Fintech menyediakan berbagai produk dan jasa keuangan, bisa diakses dengan cepat dan mungkin layanan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
"Misalnya mau pinjam uang, gampang. Tanpa kenal orangnya dan wujudnya di mana. Mau makan dan pijet bisa online," ungkapnya.
Digital dan Teknologi Informasi, (Foto: flickr/@BagoGames)
zoom-in-whitePerbesar
Digital dan Teknologi Informasi, (Foto: flickr/@BagoGames)
Meski demikian, kata Wimboh, tetap perlu lembaga yang mengawasi agar kemudahan tersebut tidak menjadi risiko di kemudian hari. Pengelolaan fintech harus transparan.
"Untuk bagaimana mengaturnya biar masyarakat tidak dibohongi, fintech harus transparan, siapa yang bertanggung jawab. Kita akan mengeluarkan principle bagaimana transparansi fintech dalam masyarakat, sudah ada peer to peer lending supaya penyedia itu transparan, bagaimana kalau investor sudah memberi pinjaman, kapan disalurkan, hal-hal itu akan kita atur. Kita hanya akan mengatur mengenai transparansinya," paparnya.
Wimboh menjelaskan, ada risiko besar menghadang jika fintech tak diawasi. Jika fintech tak punya modal cukup karena tidak ada jaminan jika si peminjam dana tidak mampu mengembalikan dana sesuai dengan waktu yang ditentukan.
ADVERTISEMENT
"Ada risiko default, perlu hati-hati, karena peminjam ini kan di virtual, jadi siapa peminjamnya, itu juga perlu transparan," kata Wimboh.
Wimboh menambahkan, pihaknya sudah memanggil perwakilan dari beberapa fintech untuk membahas masalah ini. Yang perlu digarisbawahi adalah, OJK akan mengatur hanya pada bagian transparansi pengeloaan dana yang dikumpulkan fintech. Hal tersebut sebagai bentuk perlindungan konsumen. Rencananya, aturan OJK soal fintech ini akan terbit semester awal tahun ini.
"Sudah ketemu beberapa pelaku, sudah diskusi, jadi konteksnya transparansi. Kalau perusahaan bangkrut yang tanggung jawab siapa? Jadi OJK akan mengawasi transparansi. Awal semester tahun ini aturannya terbit," pungkasnya.