OK OCE vs Kartu Pra Kerja: Mana yang Efektif Tekan Pengangguran?

16 Maret 2019 19:12 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sandiaga Uno dan Ma'ruf Amin pada saat pengambilan dan menentukan nomor urut, Jumat (21/9/2018). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sandiaga Uno dan Ma'ruf Amin pada saat pengambilan dan menentukan nomor urut, Jumat (21/9/2018). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Debat pilpres putaran ketiga yang mempertemukan cawapres nomor urut 01 Ma'ruf Amin dan cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno akan digelar pada Minggu (17/3). Debat kali ini mengusung tema pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, serta sosial dan budaya.
ADVERTISEMENT
Masing-masing cawapres telah menyiapkan sejumlah amunisi untuk menarik hati masyarakat. Salah satu hal yang dinanti masyarakat dari debat pilpres putaran ketiga ini adalah solusi untuk menekan tingkat pengangguran di Indonesia.
Sandiaga Uno mengusung program One Kabupaten Kota One Center For Entrepreneurship (OK OCE) sebagai pusat gerakan kewirausahaan di tiap-tiap kabupaten. Selain itu, Sandi juga berjanji membuat Rumah Siap Kerja yang merupakan bagian dari OK OCE untuk mempersiapkan masa depan anak-anak muda.
Rumah Siap Kerja tersebut adalah rumah yang dikhususkan bagi anak muda untuk mendapat peluang kerja dengan konsep link and match, yakni menyambungkan penyedia lapangan kerja dan pencari lapangan kerja.
Sementara Ma'ruf Amin mengusung Kartu Pra Kerja untuk menciptakan SDM yang memiliki keterampilan, berkualitas, dan daya saing. Pemegang kartu ini adalah lulusan SMA, SMK, D3, dan S1 yang akan mendapatkan pelatihan kerja.
ADVERTISEMENT
Bahkan, para pemegang Kartu Pra Kerja tersebut akan mendapatkan insentif berupa honor jika telah melakukan pelatihan dan belum mendapatkan pekerjaan.
Namun, ide yang diusung pasangan capres-cawapres nomor urut 01 dan 02 untuk menyelesaikan pengangguran dinilai tak akan efektif. Sebab hal tersebut hanya menyentuh sektor hilir, bukan memperbaiki masalah ketenagakerjaan secara menyeluruh.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, ide yang diusung kedua capres-cawapres tersebut hanya berkutat pada sektor hilir. Sementara permasalahan utama banyaknya pengangguran di tingkat SMK tak ada yang memberikan solusi.
"Kartu Pra Kerja, OK OCE itu kan hanya best practice saja, tidak menjawab masalah, ini hanya masuk ke sektor hilirnya saja," ujar Fithra kepada kumparan, Sabtu (16/3).
ADVERTISEMENT
Dia menilai, cara yang paling efektif untuk mengatasi banyaknya pengangguran di tingkat SMK adalah dengan memperbaiki kurikulum di tingkat SMK itu sendiri. Menurutnya, kurikulum yang diciptakan di SMK tak sesuai dengan kebutuhan industri.
"Dari sisi kurikulum, ini enggak kompatibel dengan kebutuhan industri, perlu disesuaikan dengan industri," katanya.
Untuk itu, Fithra meminta penyusunan kurikulum juga perlu melibatkan industri. Tujuannya agar kurikulum yang dipakai bisa tepat sasaran dengan kebutuhan industri.
Sementara terkait jumlah pengangguran yang berasal dari universitas, Fithra bilang, lulusan universitas memang tak disiapkan untuk dunia kerja. Melainkan riset dan penelitian.
"Kalau universitas, dia disiapkan bukan untuk kerja, tapi riset dan penelitian. Lulusan universitas ini harusnya diarahkan ke riset yang bisa dipakai ke industri," katanya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi masalah pengangguran di universitas tersebut, Fithra menyarankan agar universitas lebih banyak lagi bekerja sama dengan sektor industri. Tujuannya, agar penelitian yang dilakukan para mahasiswa tersebut bisa langsung berguna bagi industri.
"Universitas bisa kerja sama dengan industri, penelitian apa, industri mau bikin penelitian tentang apa, cocok enggak," kata dia.
Hal lain yang perlu dibenahi adalah Balai Latihan Kerja (BLK). Fithra menilai, saat ini tak semua daerah memiliki BLK. Ada juga daerah yang telah memiliki BLK, namun tak memiliki staf dan instruktur.
Fithra mencatat, jumlah staf dan instruktur di BLK jumlahnya kurang dari 2.000 orang di 2018. Angka ini tentu jauh dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja yang masih menganggur di Indonesia sebanyak 7 juta jiwa di Agustus 2018.
ADVERTISEMENT
"Kita less than 2.000 staf dan instruktur di BLK. Ini juga yang perlu dipikirkan, bagaimana caranya supaya BLK bisa efektif. Orang mau ke BLK tapi enggak ada instrukturnya ya sama saja," tambahnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statsitik (BPS), angkatan kerja pada Agustus 2018 sebanyak 131,01 juta jiwa, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 128,06 juta jiwa. Dari jumlah angkatan kerja tersebut, hanya 124,01 juta orang yang bekerja, sementara sisanya atau 7 juta jiwa orang masih menganggur.
Dari jumlah pengangguran tersebut, sebesar 11,24 persennya atau sekitar 786.800 jiwa merupakan lulusan SMK. Sementara pengangguran lulusan D3 sebanyak 6,02 persen atau sekitar 116.179 jiwa, dan lulusan universitas mencapai 5,89 persennya atau sekitar 118.745 jiwa.
ADVERTISEMENT