Pajak Rokok Akan Dipotong demi Atasi Defisit BPJS Kesehatan

17 September 2018 20:08 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Rabu (5/9). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Rabu (5/9). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan akan memotong pajak rokok yang diterima daerah untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, pekan lalu.
ADVERTISEMENT
Adapun hal tersebut dilakukan karena defisit yang diemban BPJS Kesehatan hingga akhir 2018, berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diproyeksikan mencapai Rp 10,98 triliun.
Good news buat kita, weekend kemarin Perpres telah ditandatangani Presiden, pemanfaatan pajak rokok,” ujar Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, dalam rapat gabungan di Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/9).
Dia pun membeberkan, nantinya pemotongan pajak rokok itu hanya berlaku di daerah yang tidak rutin membayar iuran peserta yang didaftarkan pemerintah daerah (pemda) melalui program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Ilustrasi asap rokok  (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi asap rokok (Foto: Shutterstock)
“Tapi nanti harus ada berita acara, dan yang dipotong hanya yang belum memenuhi kewajibannya saja. Kalau kewajiban Jamkesdanya sudah bagus, tidak perlu dipotong pajak rokok,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, defisit yang diakibatkan oleh peserta yang didaftarkan Pemda di 2014 mencapai Rp 1,4 triliun, di tahun 2015 mencapai Rp 1,68 triliun, di tahun 2016 mencapai Rp 1,22 triliun, dan di tahun 2017 mencapai Rp 1,68 triliun.
“Pemda masih ada banyak yang punya utang kepada BPJS Kesehatan. Pajak rokok yang dipotong karena semua orang di daerah merokok, jadi tiap daerah menerima pajak rokok,” kata Mardiasmo.
Dia menambahkan, rencananya Perpres yang mengatur soal pemotongan pajak rokok itu akan berlaku pada awal Oktober 2018. Menurut perhitungan Kemenkeu, kebijakan itu akan berkontribusi kepada BPJS Kesehatan sebesar Rp 1,1 triliun.