Papua Mesti Bangun Hutan Sagu Budi Daya agar Industri Bisa Masuk

8 Desember 2018 18:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hutan sagu di Kampung Yoboi, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hutan sagu di Kampung Yoboi, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PT Sampoerna Agro telah meninggalkan tanah Papua, padahal perusahaan ini sudah membangun pabrik sagu di sana beberapa tahun lalu. Kepala Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua Yan Yap Ormuseray mengakui, hengkangnya anak usaha PT HM Sampoerna Tbk ini lantaran biaya produksi perusahaan di Distrik Lereh, Papua, tidak ekonomis. Padahal perusahaan sudah melakukan feasibility study di sana.
ADVERTISEMENT
Yan Yap menjelaskan, beban produksi perusahaan lebih besar ketimbang harga jual tepung sagu yang dihasilkan. Hal ini karena sagu yang mereka ambil langsung dari hutan sagu alam, sementara hutan sagu alam Papua memiliki banyak jenis, jumlahnya bisa mencapai lebih dari 31 macam. Belum lagi satu jenis sagu, turunannya juga lebih dari satu macam.
Yan Yap mengatakan hal itu berbeda dengan hutan sagu di Kepualan Meranti, Riau, yang merupakan sagu budi daya. Karena itu, perusahaan bisa mengatur jenis sagu yang mau diproduksi, termasuk memperkirakan potensi sagu basah yang dihasilkan dari satu pohon sagu.
"Investornya Sampoerna. Tapi ditarik lagi karena menurut mereka tidak ekonomi. Kalau di Meranti, sagunya sudah budi daya, tanamannya berjarak. Pabriknya sudah jalan, tapi hasilnya tidak maksimal," kata dia saat ditemui kumparan dan Yayasan EcoNusa Indonesia di kantornya, Jayapuran, Sabtu (8/12).
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Yan Yap mengatakan kemungkinan ada masalah sosial dengan masyarakat setempat seperti tanah hak ulayat yang membuat perusahaan ini hengkang. Sebelum ekspansi ke Papua, Sampoerna Agro merupakan pemain utama di pabrik sagu Meranti yang hingga kini masih jalan dengan hasil produksinya jutaan ton.
"Padahal luas lahan sagu di Meranti tidak sampai 1 juta hektare. Di kita, jumlah lahan sagu Papua bisa lebih dari 2 juta, itu masih bisa bertambah karena baru pantauan citra satelit. Kalau di sini ongkos produksinya tinggi," lanjut Yan Yap.
Proses tokok (parut) di batang sagu, Kampung Yoboi, Sentani, Papua (6/12/2018). (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Proses tokok (parut) di batang sagu, Kampung Yoboi, Sentani, Papua (6/12/2018). (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
Selain masih hutan sagu alam, yang membuat biaya produksi perusahaan jika ingin membangun pabrik di sini adalah ongkos infrastrukturnya. Perusahaan perlu membangun jalan. Karena itu, harga tepung sagu yang dijual tidak bisa bersaing seperti sagu Meranti yang sudah ekspor hingga ke Jepang.
ADVERTISEMENT
Di Provisnis Papua Barat, kata Yan Yap, juga sudah ada pabrik sagu, tapi mereka juga tidak mudah untuk membangunnya. Namanya PT ANJ Agri Papua (ANJAP) yang beroperasi di Sorong Selatan.
Dikutip dari situsnya, ANJAP memiliki izin untuk mengelola konsesi hutan sagu alam seluas 40.000 hektare. Dari konsesi tersebut, 10.000 hektare dijaga sebagai kawasan konservasi. ANJAP menyelesaikan fasilitas pabriknya pada September 2016. ANJ telah menginvestasikan lebih dari USD 40 juta US dollar untuk mengembangkan operasi pemanenan dan pengolahan sagu di sana.
"Prosesnya 4 tahun tapi tahun keenam baru produksi. Mereka sudah ekspor," kata Yan Yap.
Di Kabupaten Jayapura, saat ini jumlah hutan sagu yang ada di Kabupaten Jayapura seluas 3.302 hektare (ha) yang terdiri dari 6 distrik (kecamatan). Rinciannya, Sentani 1.964,5 ha, Sentani Timur 473,0 ha, Sentani Barat 74,6 ha, Waibu 138,9 ha, Unurum Guay 277,3 ha, dan Demta 374,6 ha.
ADVERTISEMENT
Yoboi menjadi salah satu kampung di Distrik Sentani yang masih memiliki hutan sagu alam yang lebat. Pohon-pohon dari marga palem ini tumbuh subur di atas lahan seluas 1.600 hektare yang dimiliki tiga kampung.
Kepala Adat Kampung Yoboi Sefanya Wally menuturkan, saat ini produksi hutan sagu yang diolah warga hanya sampai pada pengolahan sagu basah yang mereka jual di Pasar Sentani. Dia mengakui, karena warganya menjual sagu masih dalam bentuk basah, harga jualnya pun tidak bisa tinggi.
Satu karung dengan ukurang 15 kg dihargai Rp 200 ribu. Padahal, ukuran sagu basahnya mencapai 40 kg dengan komposisi yang benar-benar sagu basah 30 kg dan sisanya kandungan air 30 kg.
ADVERTISEMENT
Karena itu, kata dia, Kampung Yoboi berharap ada industri yang masuk ke sana agar warga bisa mengolahnya menjadi tepung sagu. Dengan begitu, produknya jadi punya nilai tambah. Selama ini sebenarnya ada industri pengolahan turunan sagu, tapi masih dalam skala kecil.
"Selama ini ada juga sagu olahan jadi kue kering yang di dalamnya ditaruh gula tapi belum berkembang. Kalau jual produk tepung sagu kan nilainya bisa bertambah," kata dia.
Sefanya mengakui, sebenarnya sudah ada investor yang ingin membeli tepung sagu dari Kampung Yoboi. Konsumennya dari Inggris. Karena itu, di Kampung Yoboi, bakal dibangun koperasi untuk memproduksi sagu kering. Nantinya, mereka akan menyuplai ke konsumen, termasuk dari Inggris.
"Mungkin Februari tahun depan. Tapi belum ada (keputusan)," lanjutnya.
Batang pohon sagu yang sudah terbelah di hutan sagu Kampung Yoboi, Papua. (Foto:  Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Batang pohon sagu yang sudah terbelah di hutan sagu Kampung Yoboi, Papua. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
Selain ada investor yang melirik sagu Kampung Yoboi, Sefanya menjelaskan warga juga akan menatap masa depan cerah dari keberadaan hutan sagu mereka. Sebab, dari hutan sagu seluas 1.600 hektare ini, akan dibangun wisata hutan sagu di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Dari situ, nantinya akan ada praktek penebangan dan pengolahan sagu secara manual yang saat ini sudah hilang karena adanya mesin-mesin pabrik. Selain itu, mama-mama di Kampung Yoboi juga akan dilatih dengan mengolah produk jadi sagu seperti kue-kue dari sagu, cendol sagu, dan nugget sagu yang akan menjadi nilai tambah bagi pendapatan keluarga.
Tapi, agar hutan sagu tetap terjadi, Sefanya menjelaskan, hutan wisata sagu ini akan dibangun dalam aturan-aturan yang ketat. Hutan wisata ini akan dibangun bersama Pemda Papua di atas lahan 250 hektare.
"Hutan sagu tahun 2020 akan dibangun di sepanjang kali ini. Sudah ada maketnya. Semua fasilitas (ada) seperti dibangun vila, zigzag seperti kota. Ini yang mau dijual (potensi hutan wisata), didorong agar ada peningkatakan ekonomi kampung," jelas dia.
Proses Penebangan Pohon Sagu di Kampung Yoboi, Sentani, Papua. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Proses Penebangan Pohon Sagu di Kampung Yoboi, Sentani, Papua. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
ADVERTISEMENT