Pasokan OPEC Terbatas, Indonesia Harus Waspadai Lonjakan Harga Minyak

2 Oktober 2018 11:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
SPBU 31.102.02 Abdul Muis, Jakarta Pusat (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
SPBU 31.102.02 Abdul Muis, Jakarta Pusat (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) hanya akan meningkatkan pasokan minyak secara terbatas, sebagai dampak sanksi ekonomi Amerika Serikat (AS) terhadap industri perminyakan Iran. Hal ini diproyeksi bakal memicu kenaikan harga minyak hingga akhir tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Survei yang dilakukan Reuters mengungkapkan, hilangnya pasokan minyak dari Iran, hanya akan sedikit terkompensasi oleh produksi minyak Arab Saudi, Libya, dan Angola. Sebagian besar pasokan Iran tetap tak akan tergantikan sehingga akan ada kesenjangan antara pasokan dan permintaan.
Kondisi ini akan mendongkrak kenaikan harga minyak. Harga minyak jenis Brent pada Senin (1/10) mencapai USD 83,32 per barel. Sementara jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember melonjak USD 2,05 menjadi USD 75,30 per barel. Harga keduanya merupakan posisi tertinggi sejak 2014.
"Situasi pasokan terlihat rapuh memang, karena setiap kekurangan seperti akibat menurunnya produksi di Venezuela, akan memperketat pasokan minyak," kata Norbert Rücker, analis di Julius Baer.
Kilang minyak Aramco di Arab Saudi. (Foto: Reuters/Ahmed Jadallah/File Photo/File Photo)
zoom-in-whitePerbesar
Kilang minyak Aramco di Arab Saudi. (Foto: Reuters/Ahmed Jadallah/File Photo/File Photo)
Dengan tren kenaikan harga minyak yang terus terjadi, Indonesia harus mewaspadai peningkatan alokasi subsidi baik secara langsung dari APBN maupun oleh Pertamina. Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto, mengatakan cara yang yang paling masuk akal untuk menahan laju subsidi energi adalah dengan menaikkan harga BBM bersubsidi.
ADVERTISEMENT
“Yang paling rasional itu sebenarnya menaikkan harga BBM secara keekonomian. Tapi secara politik ya, saya tidak tahu,” kata Pri Agung kepada kumparan.
Sebelumnya, survei Pertamina mengungkapkan pengeluaran untuk BBM dari rumah tangga dengan ekonomi terendah (Penghasilan Rp 1,5 juta per bulan), maksimal 4,5 persen.
"Dengan harga Premium saat ini, pengeluaran rumah tangga mereka untuk BBM sebesar 4,5 persen dari pendapatan. Dan itu sudah maksimal. Kalau harga Premium dinaikkan, mereka enggak bisa beli lagi," kata Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, Rabu (26/9).
Dengan pertimbangan itu, pemerintah telah memutuskan tak menaikkan harga BBM setidaknya hingga akhir tahun ini.