Pegunungan Arfak, Surga Pariwisata di Papua Barat yang Belum Dikelola

20 Oktober 2018 11:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pegunungan Arfak di Papua yang Terlupakan. (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pegunungan Arfak di Papua yang Terlupakan. (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tak kurang dari seratus kilometer di jantung kota Manokwari, Papua Barat, terhampar kawasan pegunungan yang begitu memesona. Ialah Pegunungan Arfak atau akrab disapa Pegaf yang terletak di distrik Anggi, Provinsi Papua Barat.
ADVERTISEMENT
Ibarat surga tersembunyi, menuju Pegaf pun tak mudah. Hanya ada satu gerbang masuk Pegaf yaitu melewati jalur darat dari Manokwari selama sekitar empat hingga lima jam perjalanan dengan kendaraan sejenis offroad.
Di sepanjang jalan menuju Pegaf, mata akan disuguhkan hutan-hutan dengan pepohonan besar hijau kekuningan yang menjulang tinggi. Di sisi lain, ada pula geliat kehidupan masyarakat adat yang ramah dan hangat terhadap setiap pengunjung yang melintas. Mereka berasal dari 4 sub suku berbeda, yakni Suku Meiyah, Moilei, Hatam, dan Sougb.
Meski serupa berada di satu Provinsi Papua Barat, Pegaf belum sementereng Raja Ampat yang menjadi andalan pariwisata bahari di Waisai. Benar saja, Pegaf memang baru akan dikembangkan sebagai pariwisata khas pegunungan yang diapit dua danau yaitu Danau Perempuan (Anggi Gida) dan Danau Laki-laki (Anggi Giji).
ADVERTISEMENT
Bupati Pegunungan Arfak Yosias Saroy mengatakan Pegunungan Arfak atau Pegaf memiliki potensi begitu besar. Selain ada dua danau itu, Pegaf juga memiliki gua yang diklaim terpanjang setelah Prancis yaitu lebih dari 2.800 meter, air terjun, penangkaran burung pintar dan cendrawasih, aneka flora fauna endemik, rumah adat kaki seribu, hingga jalur perlintasan bukit berkabut yang menawan.
Kondisi jalan dan masyarakat pegunungan Arfak Papua Barat. (Foto: Nurul ur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi jalan dan masyarakat pegunungan Arfak Papua Barat. (Foto: Nurul ur Azizah/kumparan)
Yosias menyebut ke depan Pegaf bakal mengusung konsep ekowisata yaitu upaya pengembangan pariwisata yang tetap menjaga keseimbangan alam serta manusia di dalamnya. Namun, Ia tak menafikan jika pegaf dengan segala potensi yang dimilikinya kini masih belum tersentuh pengelolaan.
"Sekarang kami sedang mempersiapkan infrastuktur jalan menuju objek-objek wisata yang ada di Pegunungan Arfak. Kami punya keterbatasan kemampuan keuangan daerah, jadi kami bangun bertahap," ujarnya ketika dihubungi kumparan, Sabtu (20/10).
ADVERTISEMENT
Yosias membeberkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dimiliki hanya berkisar Rp 778 miliar dari total pendapatan. Termasuk dari Dana Desa dan otonomi khusus (otsus). Padahal, Kabupaten Pegaf memiliki berbagai aspek lain yang mesti dibangun pula seperti penyediaan akses pendidikan dan kesehatan.
Seperti kata Yosias, penerangan juga menjadi masalah serius yang masih menjadi tantangan di Pegaf yaitu dari 166 kampung di 12 kecamatan setidaknya ada 10 kecamatan yang sudah bisa dialiri listrik. Sementara, dua kecamatan lainnya masih menggunakan tenaga surya.
Bagi daerah yang telah teraliri listrik pun, masih seringkali mengalami gangguan. Akhirnya, masyarakat berswadaya menggunakan genset. Masalah lain muncul ketika genset menggunakan bahan bakar minyak yang jumlah pasokannya juga terbatas.
ADVERTISEMENT
Benar saja, ketika kumparan (9/10) melintasi kampung-kampung itu, kebetulan listrik juga sedang padam. Puluhan masyarakat berkumpul di depan rumah dengan memegang penerangan senter seadanya.
Hal lain yang jadi perhatian dalam pengelolaan kawasan Pegaf menurut Yosias yaitu homestay di kawasan itu juga masih belum dibangun.
"Homestay belum ada, itu yang kami rencanakan ke depan. Inginnya semua kampung dan juga semua masyarakat di danau perempuan dan laki-laki yang berjumlah sekitaran 40 kampung bisa punya homestay," lanjutnya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Papua Barat, Yosak Wabiya, juga tengah mengambil perannya mendorong pengelolaan kawasan Pegaf dengan membangun komitmen ke tingkat pemerintah pusat.
Kondisi jalan dan masyarakat pegunungan Arfak Papua Barat. (Foto: Nurul ur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi jalan dan masyarakat pegunungan Arfak Papua Barat. (Foto: Nurul ur Azizah/kumparan)
"Kalau Pegaf ini, pemerintah daerah serius kalau saya paling lama itu membutuhkan waktu 10 tahun, paling cepat 5 tahun. Tergantung komitmen dan kesiapan anggaran," timpalnya.
ADVERTISEMENT
Dihubungi berbeda, Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Pemasaran dan Kerjasama Pariwisata Kementerian Pariwisata, I Gede Pitana, mengatakan pihaknya menyambut baik adanya daerah yang berniat mengembangkan kawasan pariwisata di wilayahnya.
"Kemenpar dalam hal ini pemerintah pusat selalu melakukan identifikasi terhadap potensi-potensi di daerah itu. Pemilik destinasi itu adalah daerah, nah ketika pusat melakukan pendekatan dengan prioritas maka ada berbagai kriteria yang dilakukan," kata I Gede.
Adapun kriteria suatu wilayah bisa dikembangkan sebagai pariwisata menurut I Gede meliputi adanya atraksi atau potensi wisata yang menjadi daya tarik. Selanjutnya, aksesibilitas yang mumpuni untuk menjangkau lokasi setidaknya seperti jalan, listrik dan air.
"Kemudian yang ketiga itu adalah adanya amunisi yang dikembangkan, sudah adakah homestay minimal, hotel. Yang keempat yang sangat penting bagi kami adalah adanya komitmen daerah," pungkasnya.
ADVERTISEMENT