Pelemahan Rupiah Pukul Industri Penerbangan Indonesia

13 Agustus 2018 13:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Maskapai Lion Air di Bandara Internasional Lombok (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Maskapai Lion Air di Bandara Internasional Lombok (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Industri penerbangan Tanah Air saat ini terpukul dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD). Sekitar 70 persen biaya di maskapai nasional dalam bentuk USD, namun mayoritas pendapatan berbentuk rupiah. Hari ini, nilai tukar rupiah melemah pada posisi Rp 14.600, atau terendah sejak 5 Oktober 2015.
ADVERTISEMENT
Mengamuknya dolar kemudian diperburuk meningkatnya harga minyak dunia. Komponen bahan bakar pesawat (avtur), menyumbang sekitar 30-40 persen dari total biaya maskapai.
Hari ini (13/8), harga minyak mentah dunia jenis Brent dijual USD 72,63 per barel. Menurut data Energy Information Agency (EIA), harga minyak Brent dilepas pada angka USD 51-52 per barel pada awal Agustus 2017. Terjadi peningkatan harga sekitar USD 20 per barel selama setahun.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Maskapai Penerbangan Indonesia (Indonesia National Air Carrier Association/INACA) Tengku Burhanuddin menilai pelemahan rupiah dan melonjaknya harga avtur sangat memberatkan maskapai penerbangan nasional.
"Tentu sangat berat terhadap operasional maskapai penerbangan nasional," ungkap Tengku kepada kumparan, Senin (13/8).
Garuda Indonesia. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Garuda Indonesia. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
Sebagai solusi jangka pendek, pelaku industri penerbangan sudah berbicara kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk meminta izin kenaikan tarif batas bawah.
ADVERTISEMENT
"Jangka pendek secepat tarif batas bawah disesuaikan dan selanjut menyesuaikan tarif batas atas," tambahnya.
Selain itu, INACA juga menjalin komunikasi dengan operator bandara dan operator lalu lintas navigasi udara agar bersedia menurunkan tarif atau menunda kenaikan tarif karena maskapai nasional saat ini sedang berjuang ke luar dari tingginya beban opersional.
"Semoga tarif-tarif yang membebankan lainnya seperti bandara, Airnav dan lainnya dapat dipending berlakunya," tutupnya.