Pembebasan Pungutan Ekspor CPO Masih Tunggu Diteken Sri Mulyani

26 November 2018 18:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers Pungutan Tarif Kelapa Sawit. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Pungutan Tarif Kelapa Sawit. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Keputusan pemerintah membebaskan pungutan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), belum serta-merta berlaku karena masih menunggu peraturan tersebut diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
ADVERTISEMENT
Pembebasan pungutan ekspor ini dilakukan, lantaran harga CPO yang anjlok hingga di bawah biaya produksi. Kebijakan tersebut sekaligus merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 114 Tahun 2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS).
Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana menjelaskan, implementasi pembebasan pungutan ekspor CPO tersebut baru akan diberlakukan pada awal Desember 2018 atau pekan depan. Adapun hari ini hingga awal Desember mendatang, Sri Mulyani tengah menghadiri KTT G20 di Argentina.
"Nanti tentu akan kami atur di dalam PMK, dan Menteri Keuangan sekarang itu sedang di Argentina untuk acara G20. Dan pada Jumat lalu dia mengatakan, sebaiknya saya hanya bisa menaikkan itu setelah pulang tanggal 2 (Desember 2018), tapi tentu saja berlakunya sebaiknya ketika PMK keluar tanggal 2," ujar Rida dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (26/11).
ADVERTISEMENT
Meskipun fluktuasi harga CPO terus berlanjut, Rida memastikan, beleid tersebut juga akan mengikuti perkembangan harga yang ada. Sebab, dalam PMK yang baru juga akan memuat prinsip-prinsip yang mengikuti pola kebijakan baru, yakni dibebaskan pungutan ekspor ketika harga CPO di bawah USD 500 per ton. Klausul lain, akan dikenakan pungutan sebesar USD 25 per ton ketika harga CPO mencapai USD 500 per ton; dan dikenakan kembali pungutan ekspor USD 50 per ton ketika harga CPO mencapai USD 550 per ton.
Namun menurut Rida, nantinya bisa saja ada perubahan mengenai besaran minimal harga CPO untuk kembali dikenakan pungutan USD 25 per ton.
Pekerja memuat kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / MOHD RASFAN)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja memuat kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / MOHD RASFAN)
"Mungkin bisa saja ada modifikasi sedikit, tapi prinsip-prinsipnya akan sama, akan mengikuti pola itu. Apakah misalnya kalau naik sampai USD 500 dia kemudian USD 25 sekian, boleh jadi nanti turunnya usd 500 jangan segitu, jangan langsung nol, dibesaran harga USD 420, artinya kami akan ikuti, polanya akan lebih kurang begitu, kita tidak tahu seperti apa," katanya.
ADVERTISEMENT
Namun yang pasti, jelas Rida, patokan harga CPO USD 500 per ton dan USD 550 per ton akan tetap menjadi acuan pemerintah untuk memungut eskpor CPO dan produk turunannya.
"Tapi nanti kalau ada pertimbangan khusus, bisa saja bukan bukan USD 420, tapi mungkin USD 430 misalnya. Jadi tolong jangan di anggap angka itu, tapi kalau USD 500 dan USD 550 itu sudah merupakan pegangan yang cukup," tambahnya.