news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pemerintah Diminta Berikan Insentif Pajak Agar Dana Asing Betah

9 Januari 2019 11:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas memperlihatkan pecahan uang dolar dan rupiah di salah satu tempat penukaran mata uang asing/money changer di Jakarta. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas memperlihatkan pecahan uang dolar dan rupiah di salah satu tempat penukaran mata uang asing/money changer di Jakarta. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Derasnya aliran dana asing yang masuk ke Indonesia dikhawatirkan bisa membawa bencana. Apalagi, kebanyakan dana yang masuk berada di pasar keuangan seperti portofolio berjangka pendek atau disebut 'hot money' yang membuat nilai tukar rupiah sangat fluktuatif.
ADVERTISEMENT
Pemerintah diusulkan menerapkan kebijakan agar dana asing tak mudah keluar dari Indonesia. Salah satunya insentif pajak berupa reverse Tobin Tax, yakni pengurangan pajak atas investasi atau transaksi finansial dalam jangka panjang. Ini kebalikan dari Tobin Tax, pengenaan pajak ketika investor menarik dananya keluar.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analisys (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, skema reverse Tobin Tax dinilai lebih sesuai untuk Indonesia saat ini dibandingkan Tobin Tax. Menurut dia, pengenaan Tobin Tax justru menimbulkan anggapan bahwa Indonesia tak lagi menerapkan rezim devisa bebas.
"Indonesia mungkin lebih pas reverse Tobin Tax, supaya uang yang sudah stay bisa bertahan lama," ujar Yustinus kepada kumparan, Rabu (9/1).
Reverse Tobin Tax sendiri menurut Yustinus justru membuat investor semakin betah untuk menaruh dananya di Indonesia. "Kalau reverse Tobin Tax ini kan insentif jadinya, apa yang bisa bikin dana betah diinvestasikan? Ya pengurangan pajak atas investasi atau transaksi finansial," katanya.
ADVERTISEMENT
Untuk Tobin Tax, menurut Yustinus, memang ada beberapa negara di Amerika Latin yang telah menerapkan pajak transaksi tersebut. Namun jumlahnya tak banyak.
"Tapi ada beberapa modifikasi seperti di beberapa negara Latin Amerika, yang mengenakan pajak jenis ini atas transaksi finansial," jelasnya.
Pemerintah juga diminta untuk berhati-hati untuk menerapkan aturan pajak pada lalu lintas dana investasi. Sebab pada 1984, Swedia pernah menerapkan Tobin Tax, namun hasilnya mengecewakan.
Yustinus Prastowo (Foto: Dok. Ditjen Pajak)
zoom-in-whitePerbesar
Yustinus Prastowo (Foto: Dok. Ditjen Pajak)
Seperti dilansir BBC, saat itu Swedia mengenakan Tobin Tax 0,5 persen untuk setiap transaksi penjualan saham. Pemerintah Swedia menargetkan akan ada tambahan penerimaan sebesar 1,5 miliar krona di tahun itu, namun realisasinya hanya 50 juta krona.
Tak hanya itu, Tobin Tax juga memukul perdagangan pasar di Swedia. Selama minggu pertama diterapkan, volume perdagangan obligasi turun 85 persen. Volatilitas di pasar saham juga terus meningkat. Akhirnya pemerintah Swedia menghapuskan Tobin Tax pada 1991.
ADVERTISEMENT
Tobin Tax sendiri muncul pada 1978. Pada saat itu, pemenang hadiah Nobel dalam bidang ekonomi, James Tobin, mengusulkan memungut pajak kecil pada semua transaksi valuta asing untuk menekan spekulan jangka pendek, bukan investor jangka panjang.
Sebelumnya, Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan pemerintah perlu memberi kebijakan insentif reverse tobin tax. Misalnya jika ada yang menyimpan dananya dalam jangka waktu panjang, pajaknya bisa dikurangi.
"Saya pernah lakukan itu. Kalau dividen tidak ditarik, kasih tax break, pajaknya nol kalau dia reinvest. Kalau dividennya ditarik, dia harus bayar pajak. Dengan begitu ada beda dia reinvest dengan dia tarik dividen," katanya.
Menurut Chatib, kebijakan-kebijakan itu seharusnya bisa segera diterapkan. Apalagi, momentumnya saat ini cukup bagus karena akan ada euforia dari market dengan menguatnya nilai tukar rupiah.
ADVERTISEMENT