Pemerintah Kaji Dana Cukai Plastik untuk Kelola Sampah

18 Desember 2018 17:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja memilah sampah plastik yang dapat didaur ulang di tempat penampungan, Desa Gampong Jawa, Banda Aceh. (Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja memilah sampah plastik yang dapat didaur ulang di tempat penampungan, Desa Gampong Jawa, Banda Aceh. (Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)
ADVERTISEMENT
Tingginya penggunaan bahan baku plastik di Indonesia menjadi sorotan dunia. Rata-rata konsumsi bahan baku plastik di Indonesia mencapai 21-22 kilogram per orang per hari atau sekitar 5,6 juta ton per tahun.
ADVERTISEMENT
Beberapa upaya disiapkan untuk menekan penggunaan plasti, salah satunya kebijakan cukai plastik. Pemerintah berencana hasil penerimaan dari cukai plastik tersebut akan digunakan untuk mengelola sampah plastik.
Peneliti Madya Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Joko Tri Haryanto, mengatakan pihaknya masih mengkaji terkait penggunaan dana penerimaan dari cukai plastik tersebut.
"PR besarnya bagaimana kita mengonsepkan earmark (peruntukan) itu. Jangan sampai cukai ini mengganggu circle ekonomi yang sudah muncul, tapi bagaimana kita bisa memperkuat earmarking itu," ujar Joko di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (18/12).
Menurut Joko, ada beberapa kajian yang saat ini dilakukan terkait mekanisme pengelolaan cukai plastik. Salah satunya hasil penerimaan itu akan dititipkan ke kementerian dan lembaga terkait.
ADVERTISEMENT
"Karena kalau pemerintah kemudian memberikan alokasi dana ke swasta, kan tidak bisa secara langsung. Nanti bagaimana mekanismenya, apakah dititipkan ke kementerian teknis, ini masih belum fix," katanya.
Diskusi mengenai cukai plastik. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi mengenai cukai plastik. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
Sementara itu, Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan pemerintah perlu mengkaji lebih lanjut untuk mengelola penerimaan hasil cukai plastik. Apalagi hingga saat ini masih ada beberapa kendala mengenakan cukai plastik di Indonesia.
Menurut Prastowo, lebih sulit memungut cukai plastik dibandingkan memungut cukai kantong plastik. Sebab, cukai yang dipungut dari bahan baku memiliki hasil akhir atau produk yang berbeda-beda peruntukannya. Berbeda dengan cukai kantong plastik lantaran langsung dikonsumsi masyarakat.
"Kalau plastik sebagai bahan baku dikenakan cukai, tidak tepat, akan berdampak pada produk yang susah dibedakan, apakah hasil akhirnya menimbulkan eksternalitas atau tidak. Kalau kantong plastik, memang barang akhir yang dikonsumsi konsumen, sehingga tepat dikenakan cukai," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kendala selanjutnya yaitu desain pungutan. Pemerintah dinilai lebih tepat mengenakan cukai dari produsen atau pabrik plastik dibandingkan dari peritel.
"Kalau di level konsumsi tentu saja susah, ketika dulu ada pungutan yang Rp 200, itu susah karena voluntarisme dari retailer. Kalau cukai harusnya lebih mudah, karena ibisa dikenakan di level pabrikan. Ini mungkin dilakukan. Beda dengan waktu itu pungutan Rp 200," katanya.