Penerimaan Pajak Diprediksi Bakal Kurang Rp 170,2 Triliun di 2019

22 Juni 2019 19:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Realisasi penerimaan pajak hingga akhir Mei 2019 masih seret. Hingga akhir bulan lalu, penerimaan pajak hanya Rp 496,65 triliun, tumbuh 2,43 persen dibanding periode yang sama tahun lalu atau year on year (yoy), melambat dibandingkan Mei 2018 yang mencapai 15,96 persen (yoy).
ADVERTISEMENT
Pengamat pajak Center of Indonesia Taxation (Cita), Yustinus Prastowo mengatakan, salah satu faktor yang membuat penerimaan pajak cukup tertekan tersebut adalah adanya perlambatan ekonomi. Selain itu, harga komoditas juga lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
“Hal ini perlu diwaspadai karena risiko shortfall cukup lebar,” ujar Yustinus kepada kumparan, Sabtu (22/6).
Menurutnya, realisasi penerimaan pajak 2019 hanya akan mencapai 89,2 persen hingga 92 persen dari target APBN 2019 yang sekitar Rp 1.577,6 triliun. Dengan kata lain, penerimaan pajak akan meleset atau shortfall sebesar Rp 127,86 hingga Rp 170,26 triliun.
Proyeksi tersebut lebih besar dibandingkan realisasi shortfall pajak 2018 yang sebesar Rp 108,1 triliun. Adapun penerimaan pajak di tahun lalu mencapai Rp 1.315,9 triliun atau sebesar 92,4 persen dari target.
ADVERTISEMENT
"Kami memperkirakan jika tren cenderung sama, maka realisasi 2019 akan di 89,2 persen - 92 persen atau shortfall Rp 127,86 - Rp 170,26 triliun," jelasnya.
Yustinus Prastowo, Direktur CITA Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Yustinus bilang, pemerintah perlu meningkatkan intensitas dan efektivitas pemanfaatan data internal dan eksternal, pemeriksaan pajak, penegakan hukum atau law enforcement, dan pengawasan pembayaran masa.
Di saat bersamaan, pemerintah berniat menambah insentif pajak bagi dunia usaha. Menurutnya, meskipun hal ini baik dan diperlukan untuk mendorong pertumbuhan, namun harus dipertimbangkan agar tidak menggerus penerimaan dalam jangka pendek.
“Tidak semua tuntutan atas nama kemudahan bisnis harus dipenuhi. Hal ini penting untuk menjamin kesinambungan APBN, perekonomian nasional dan pelaksanaan pembangunan,” tambahnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan hingga akhir Mei 2019, secara rinci, Pajak Penghasilan (PPh) mencapai Rp 320,49 triliun hingga akhir bulan lalu. Angka ini tumbuh 6,77 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Untuk PPh migas mencapai Rp 26,35 triliun atau naik 3,73 persen (yoy) dan PPh nonmigas mencapai Rp 294,14 triliun, tumbuh 7,05 persen (yoy).
Sementara Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) hanya Rp 173,31 triliun atau turun 4,41 persen (yoy). Begitu juga dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan lainnya yang hanya Rp 2,85 triliun atau turun 16,66 persen (yoy).
Berdasarkan jenis pajaknya, PPh Pasal 21 atau karyawan tumbuh paling tinggi yaitu 22,49 persen (yoy) mencapai Rp 65,22 triliun. Angka ini melesat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya tumbuh 15,5 persen (yoy).
Sri Mulyani bilang, tingginya PPh Pasal 21 tersebut karena adanya pembayaran THR dan bonus karyawan di bulan lalu. Bahkan jika dibandingkan dengan April 2019, PPh Pasal 21 ini tumbuh hingga 69,71 persen (mtm).
ADVERTISEMENT
Sementara itu, PPh 22 Impor mencapai Rp 23,86 triliun hingga akhir bulan lalu, tumbuh hanya 0,6 persen (yoy). Angka ini melambat dibandingkan Mei 2018 yang tumbuh hingga 30,5 persen (yoy).
PPh Orang Pribadi (OP) mencapai Rp 7,62 triliun atau tumbuh 14,5 persen (yoy), lagi-lagi melambat jika dibandingkan dengan Mei 2018 yang tumbuh 20,5 persen (yoy).
PPh Badan pun mengalami hal yang sama. Hingga akhir bulan lalu hanya mencapai Rp 109,68 triliun atau tumbuh 5,1 persen (yoy). Angka ini melambat jika dibandingkan Mei 2018 yang tumbuh hingga 27 persen (yoy).
PPh Final mencapai Rp 47,59 triliun, tumbuh 5,1 persen (yoy). Melambat dibandingkan Mei 2018 yang tumbuh hingga 14,5 persen (yoy).
Sedangkan PPh 26 Luar Negeri mencapai Rp 15,47 triliun, turun 20,1 persen (yoy) di akhir bulan lalu. Padahal di Mei 2018, PPh 26 mampu tumbuh 11 persen (yoy). Penurunan ini utamanya disebabkan oleh pembayaran dividen perusahaan.
ADVERTISEMENT
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri mencapai Rp 96,64 triliun, turun 5,5 persen (yoy). Padahal di Mei 2018, PPN mampu tumbuh hingga 12,2 persen (yoy).
Begitu juga dengan PPN Impor yang hanya Rp 71,13 triliun, turun 2,7 persen (yoy). Padahal di Mei 2018 PPN Impor mampu tumbuh 25,7 persen (yoy).