Pengelolaan Limbah Adaro: Diolah Jadi Air Layak Minum

14 Maret 2019 8:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fasilitas pengolahan air limbah tambang batu bara Adaro. Foto: Michael Agustinus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Fasilitas pengolahan air limbah tambang batu bara Adaro. Foto: Michael Agustinus/kumparan
ADVERTISEMENT
Kegiatan pertambangan identik dengan limbah yang mencemari lingkungan. Namun dengan pengelolaan yang baik sesuai prinsip Good Mining Practice, kerusakan lingkungan bisa ditekan sampai batas minimum.
ADVERTISEMENT
Misalnya yang dilakukan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) di Tanjung, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Adaro mengolah air limbah dari tambang batu bara hingga layak dikonsumsi dan dipakai untuk kegiatan sehari-hari.
kumparan berkesempatan untuk melihat langsung fasilitas pengolahan air bersih di yang dibuat Adaro sejak 2008. Proses pengolahan dimulai dengan memompa air dari drainage untuk dijernihkan di sediment pond
Dari sediment pond, air dipompa ke fasilitas pengolahan. Pertama-tama air diberi clorin, lalu disesuaikan kandungan asamnya (Ph Adjustment), diberi coagulant dan juta flocculant. Air pun jadi jernih, bening, dan layak diminum.
kumparan mencoba langsung air dari fasilitas pengolahan ini. Airnya tak berasa, jernih, sama dengan air mineral dalam kemasan.
Fasilitas pengolahan air limbah tambang batu bara Adaro. Foto: Michael Agustinus/kumparan
Air yang sudah bersih kemudian ditampung dalam fiber storage dan selanjutnya dialirkan melalui pipa untuk memenuhi kebutuhan desa-desa di sekitar wilayah pertambangan.
ADVERTISEMENT
Ada 3 desa yang mendapat air gratis dari Adaro, yaitu Desa Dahai, Laburan, dan Padang Panjang. Meski sudah layak diminum saat diolah di fasilitas, Adaro menyarankan penduduk untuk memasaknya hingga mendidih untuk konsumsi sehari-hari. Sebab, bukan tidak mungkin ada bakteri yang masuk saat dialirkan lewat pipa. Tapi air bisa langsung digunakan kalau untuk mencuci baju, piring, dan sebagainya.
Selain mengolah air limbah, Adaro juga menjalankan kewajibannya melakukan reklamasi lahan tambang. Lahan-lahan bekas penggalian harus dikembalikan seperti semula, menjadi hutan lagi setelah tak lagi berproduksi.
Untuk mendukung kegiatan reklamasi, Adaro membuat fasilitas nursery seluas 2 hektare yang mampu memproduksi 2.000 bibit pohon per hari. Ada bibit pohon yang cepat berkembang seperti sengon, ada juga yang tumbuhnya lambat seperti meranti, ulin, cempedak, nangka, dan tanaman-tanaman endemik.
Nursery Room PT Adaro Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Tanaman fast growing hanya butuh waktu 3 bulan untuk bisa ditanam di lahan bekas tambang. Sedangkan tanaman slow growing baru dapat ditanam setelah bibitnya berumur 6 bulan.
Tanaman fast growing dibutuhkan untuk mendukung tanaman slow growing. Sebab, tanaman slow growing tak bisa tumbuh di lahan terbuka, butuh tanaman fast growing untuk tutupan. 
Salah satu area yang sudah berhasil direklamasi oleh Adaro adalah Paringin, luasnya 150 hektare. Paringin direklamasi sejak 2004. Butuh waktu sekitar 10 tahun untuk menghutankan kembali lahan bekas tambang.
Presiden direktur Adaro energy Garibaldi Thohir Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Tak hanya menghutankan kembali, Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk Garibaldi 'Boy' Thohir punya rencana besar agar lahan bekas tambang lebih bermanfaat untuk rakyat. Boy ingin membangun pemukiman dan tempat wisata di lahan bekas tambang, serupa dengan Sunway City di Malaysia.
ADVERTISEMENT
"Sebetulnya nanti kalau kita desain dan kita kelola secara baik, bahkan (lahan bekas tambang) bisa jadi pemukiman dan tempat wisata. Bisa memberi manfaat jangka panjang untuk anak cucu kita," kata Boy Tohir.
Lahan Bekas Tambang Batu Bara Disulap Jadi Kolam Ikan
Lubang-lubang bekas tambang ternyata bisa jadi taman dan kolam ikan yang bernilai ekonomis untuk masyarakat. Tengok saja salah satu sudut tambang Paringin di Tanjung, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan yang dikelola Adaro Energy. 
Paringin, lahan seluas 150 hektare bekas tambang batu bara yang sudah tidak berproduksi lagi, telah direklamasi sejak 2004 dan kini menjadi hutan lagi. Sebagian kecil areanya dijadikan tempat pembibitan ikan.
Kolam-kolam ikan di bekas lahan tambang Adaro . Foto: Michael Agustinus/kumparan
Ada 8 kolam ikan di area seluas 1,5 hektare. Ban-ban bekas kendaraan tambang dan sepatu boot yang dicat warna-warni berjajar menghiasi kolam. Ikan nila dikembangbiakkan di kolam-kolam yang diisi air dari tambang batu bara. Ini sekaligus untuk memantau kualitas air dari tambang, jika ikan tidak bisa hidup berarti airnya membahayakan lingkungan sekitar.
ADVERTISEMENT
Selain ikan nila, Adaro juga tengah mencoba mengembangbiakan ikan betok, gabus, hingga gurame di kolam-kolam itu. Tapi untuk sementara, fokusnya masih pembibitan ikan nila. 
Kolam-kolam ikan di bekas lahan tambang Adaro . Foto: Michael Agustinus/kumparan
Bibit-bibit ikan nila dari tempat ini dibagikan secara gratis untuk dikembangbiakkan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dikelola warga sekitar wilayah pertambangan. Adaro juga memberikan pendampingan agar BUMDes dapat mengembangkan usaha ikan nila dengan baik.
"Masyarakat kita beri materi, kita berikan bibit ikan untuk dikembangbiakkan. Dibagikan lewat BUMDes di sekitar area PKP2B. Sudah 10 BUMDes yang dapat bantuan bibit nila," ujar Media Relations PT Adaro Indonesia, Abiyoso, saat ditemui di Tabalong, Rabu (14/3).
Melalui bantuan Corporate Social Responsibility (CSR) ini, Adaro ingin meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat. Diharapkan ada sumber-sumber perekonomian baru selain tambang. 
ADVERTISEMENT
Tak hanya ikan nila, usaha lain yang didorong Adaro untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar adalah madu kelulut. 
"Kelulut selain mampu meningkatkan kemandirian masyarakat secara ekonomi, juga menjadi fauna yang kelak melengkapi khazanah hutan hasil reklamasi Adaro ke depan. Hasil reklamasi nanti menjadi potensi tumbuh kembang kelulut," papar Abi.
Kolam-kolam ikan di bekas lahan tambang Adaro . Foto: Michael Agustinus/kumparan
Nilai ekonomi kalulut cukup tinggi, harganya dapat mencapai Rp 1 juta per liter. Tapi selama ini produksinya tidak tampak di pasaran. Itu karena sistem panen masyarakat masih tergantung pada alam, mencari madu dengan masuk hutan dan hanya dapat sekali panen.
"Di program ini kita menitikberatkan pada mengubah perilakunya, yang awalnya cari ke hutan sekarang dibudidayakan dan dapat dipanen berulang kali tanpa merusak alam dan ekosistemnya," Abi menjelaskan.
ADVERTISEMENT
Adaro sudah menggelontorkan dana CSR untuk pembinaan usaha madu kelulut, mulai dari soft skill, pembuatan rumah-rumahan hingga rekayasa taman bunga sebagai bahan makanannya.