Penguatan Rupiah Menggembirakan Tapi Juga Mengurangi Penerimaan Negara

8 Januari 2019 13:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas memperlihatkan pecahan uang dolar dan rupiah di salah satu tempat penukaran mata uang asing/money changer di Jakarta. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas memperlihatkan pecahan uang dolar dan rupiah di salah satu tempat penukaran mata uang asing/money changer di Jakarta. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus menunjukkan penguatan. Kurs rupiah saat ini berada di bawah asumsi makro dalam APBN 2019 yang dipatok Rp 15.000 per dolar AS.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, penguatan rupiah tesebut bisa berdampak pada berkurangnya penerimaan negara, utamanya pada penerimaan sektor migas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan melihat dinamika global maupun domestik yang dapat mempengaruhi APBN. Selain itu, pemerintah juga akan melihat dampak penguatan kurs tersebut terhadap sektor industri yang bergantung pada sumber daya alam (SDA).
"Kami akan lihat semua dinamika keseluruhan faktor ekonomi menjadi salah satu bagian yang harus dikelola, karena pengaruhnya tidak single," ujar Sri Mulyani di Hotel Ritz Carlton Pacific Place , Jakarta, Selasa (8/1).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut juga menuturkan, pemerintah juga akan menghitung dampak kurs tersebut ke pertumbuhan ekonomi. "Dan semua kami simak dan terus kalkulasi dampaknya terhadap keseluruhan perekonomian kita," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Pada tahun ini, pertumbuhan ekonomi ditargetkan sebesar 5,3 persen, sementara inflasi sebesar 3,5 persen, tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan sebesar 5,3 persen, harga minyak mentah Indonesia sebesar USD 70 per barel, dan lifting gas 1,25 juta barel setara minyak per hari.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan paparan. (Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan paparan. (Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan)
Dengan kurs Rp 15.000 per dolar AS, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp 2.165,1 triliun, Secara rinci, penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp 1.786,4 triliun, lebih tinggi dari sebelumnya Rp 1.781 triliun dengan tax ratio sebesar 12,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditargetkan Rp 378,3 triliun dari sebelumnya Rp 361,1 triliun.
Sementara belanja negara ditargetkan sebesar Rp 2.461,1 triliun, naik dari sebelumnya dalam Nota Keuangan sebesar Rp 2.439,7 triliun.
ADVERTISEMENT
Secara rinci, belanja pemerintah pusat menjadi Rp 1.634,3 triliun, yang terdiri dari belanja kementerian dan lembaga (K/L) Rp 855,5 triliun dan belanja non-K/L menjadi Rp 778,9 triliun.
Belanja non-K/L tersebut termasuk ke pembayaran bunga utang yang sebesar Rp 275,9 triliun, subsidi energi naik Rp 4,1 triliun menjadi Rp 159,9 triliun (subsidi BBM dan elpiji Rp 100,7 triliun dan subsidi listrik Rp 59,3 triliun), serta belanja lainnya Rp 114 triliun.