Pengumpulan Data Selesai, BEI Limpahkan Kasus Garuda ke OJK

24 Mei 2019 19:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna saat menjawab pertanyaan awak media. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna saat menjawab pertanyaan awak media. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) untuk tahun buku 2018 masih bergulir.
ADVERTISEMENT
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna mengatakan, setelah serangkaian tahapan pengumpulan data, pihaknya merasa informasi yang dibutuhkan sudah mencukupi. Kini giliran manajemen bursa akan melaporkan semua hasil temuan tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Udah selesai. Dari bursa sudah cukup meyakinkan untuk kami mengambil keputusan. Kami akan koordinasi dengan OJK menyampaikan analisis kami. Intinya proses tetap berjalan,” ungkap Nyoman di RM Sederhana, Kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (24/5).
Menurut Nyoman, proses pengumpulan data yang dilakukan bursa memang membutuhkan waktu yang cukup panjang. Mulai dari dari dengar pendapat, permintaan penjelasan sebanyak 6 kali, public expose insidentil, hingga mendengarkan pendapat dari pihak independen.
Jajaran manajemen baru Garuda Indonesia berfoto usai RUPS Tahunan pada Rabu (24/4). Foto: Dok. Garuda Indonesia
Dari serangkaian proses itu, manajemen bursa sejatinya menguji dua hal. Pertama adalah initial recognition yaitu berkaitan dengan pengakuan pertama kali yang disampaikan perseroan atas pendapatan dari kerja sama dengan Mahaka.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya berapa yang berhak mereka akuin saat kontrak tanda tangan itu. Berapa nilai yang wajar yang bisa mereka akui,” ujar Nyoman.
Kedua, yang diuji manajemen bursa adalah kualitas aset. Artinya, jika perseroan mengakui pendapatan tersebut sebagai piutang, maka perseroan harus bisa menjamin bahwa piutang tersebut akan dibayarkan.
“Karena di kontrak, pendapatan itu wajib mereka terima saat tanda tangan. Ini bulan apa? Belum ada realisasinya kan. Kualitas aset mau diperlakukan seperti apa?” jelas Nyoman.
Menurut Nyoman, kedua hal tersebut sudah selesai diuji. Namun keputusan akhir masih harus menunggu OJK.
“Butuh berapa lama, enggak bisa kami sampaikan sekarang. Harus menunggu di OJK,” tandasnya.
Seusai rapat umum pemegang saham luar biasa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Komp Perkantoran Soekarno Hatta, Rabu (12/9/2018). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Sebelumnya, laporan keuangan PT Garuda Indonesia (persero) Tbk atau GIAA tahun 2018 ditolak oleh dua komisarisnya yakni Chairal Tanjung dan Doni Oskaria. Kedua komisaris tersebut merupakan perwakilan dari PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd yang menguasai 28,08 persen saham GIAA. Trans Airways merupakan perusahaan milik pengusaha Chairul Tanjung (CT).
ADVERTISEMENT
Alasan keduanya menolak laporan keuangan tersebut, berhubungan dengan Perjanjian Kerja sama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia tanggal 31 Oktober 2018 lalu beserta perubahannya.
Garuda Indonesia diketahui memang menjalin kerja sama tersebut untuk menyediakan layanan wifi gratis pada sejumlah pesawat. Dari kerja sama tersebut, GIAA sejatinya memang memperoleh pendapatan baru. Namun menurut Chairal, pendapatan GIAA dari Mahata sebesar USD 239,94 juta serta USD 28 juta yang didapatkan dari bagi hasil dengan PT Sriwijaya Air seharusnya tidak dicantumkan dalam tahun buku 2018.