Pengusaha: Larangan PNS Rapat di Hotel Itu Tidak Benar

13 Februari 2019 16:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Hariyadi Sukamdani Foto: Ela Nurlaela/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Hariyadi Sukamdani Foto: Ela Nurlaela/kumparan
ADVERTISEMENT
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memberikan penjelasan terkait adanya pemberitaan tentang larangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) rapat di hotel. Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani menegaskan, isu tersebut tidak benar.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, yang dimaksud PNS dilarang rapat di hotel adalah rapat yang membahas tentang evaluasi APBD. Sebab, sebelumnya, sempat ada kejadian penyidik KPK yang dipukul oleh salah satu oknum dari Pemerintah Provinsi Papua dalam rapat di sebuah hotel di Jakarta.
"Jadi, kami ingin klarifikasi terhadap berita yang menyebutkan Kemendagri merencanakan akan mengeluarkan SOP yang larang staf mengadakan kegiatan di hotel. Kami sudah luruskan, mereka ternyata enggak punya rencana itu. Jadi, kami menyampaikan terima kasih kepada Pak Mendagri yang menyampaikan bahwa tak ada maksud larang acara apapun di hotel," kata dia dalam konferensi pers di Gedung Apindo, Jakarta, Rabu (13/2).
PNS Balkot DKI Jakarta Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Hariyadi menjelaskan, berdasarkan keterangan dari Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar Baharuddin, larangan untuk rapat di hotel tidak pernah dikeluarkan kementerian. Jadi, para PNS Pemda tetap boleh mengadakan acara di hotel, tapi untuk pelayanan, khususnya konsultasi evaluasi APBD, tetap dilaksanakan di kantor.
ADVERTISEMENT
Kata Hariyadi, pihaknya perlu meluruskan hal ini kepada media, sebab, sekecil apapun larangan, bakal berpengaruh pada pendapatan dan okupansi hotel. Hal ini, diakuinya pernah terjadi saat mantan Menteri PAN RB Yuddy Chrisnandi mengeluarkan edaran yang melarang PNS rapat di hotel pada tahun 2014-2015.
Selama itu pula, kata Wakil Ketua Umum PHRI Maulana Yusron, banyak hotel yang okupansinya anjlok menjadi hanya 10-15 persen. Hotel-hotel yang paling terdampak dari aturan semacam ini umumnya terjadi di daerah, terutama di kawasan yang pariwisatanya belum terbangun atau bukan daerah tujuan wisata seperti di kabupaten atau kota di Sumatera, Kalimantan, dan daerah timur.
"Kenapa statement ini jadi sensitif? Itu akan mempengaruhi di daerah. Kami khawatir, berita seperti itu harus cepat diklarifikasi supaya tak ada mispersepsi," kata dia.
ADVERTISEMENT