Penjelasan Pengusaha soal Devisa Ekspor yang Mengalir Ke Luar Negeri

27 Juli 2018 9:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bongkar muat di Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Priok (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bongkar muat di Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Priok (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Devisa hasil ekspor yang merupakan modal Indonesia untuk menahan pelemahan rupiah, sulit untuk diandalkan karena kerap mengalir ke luar negeri untuk pembelian bahan baku dan pembayaran kredit perbankan. Hal itu terungkap dalam pertemuan pemerintah dengan 40 pengusaha kelas kakap, khususnya yang menghasilkan produk berorientasi ekspor.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Di antaranya meminta eksportir agar memasukkan devisa hasil ekspor ke dalam negeri, untuk digunakan lagi dalam pengembangan usaha mereka.
“Dari para pengusaha disampaikan, devisa masuk sebagian adalah untuk membeli bahan baku lagi ataupun kewajiban-kewajiban mereka terhadap perbankan. Tidak ada yang secara spesifik mengatakan ada halangan buat mereka (menyimpan devisa di dalam negeri),” katanya seusai mendampingi Presiden Jokowi bertemu para pengusaha di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (26/7) malam.
Kepada para pengusaha, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga menjelaskan, usaha-usaha pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) untuk memperkuat kurs rupiah. Pemerintah dan BI, menurutnya, bekerja sama merumuskan kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga stabilitas dan kontiunitas kegiatan ekonomi.
Ilustrasi mata uang Dolar. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mata uang Dolar. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)
“Kami akan berupaya memperkecil atau mengurangi aspek spekulasi atau tindakan-tindakan yang bisa merugikan dunia usaha sendiri atau perekonomian nasional secara keseluruhan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Pemerintah, kata Sri Mulyani, akan terus menjalin komunikasi dengan dunia usaha. Sehingga kalaupun devisa itu digunakan untuk membeli bahan baku, pertanyaannya berapa lama dan seberapa besar penggunaannya. Juga yang digunakan untuk membayar kewajiban ke perbankan.
Sepanjang 2018 ini, mata uang Garuda melemah 6,5 persen terhadap dolar AS, akibat ketidakpastian ekonomi global. Di antaranya pengetatan likuiditas di AS, dengan naiknya suku bunga acuan The Fed. Namun ada faktor dalam negeri, yakni defisit neraca perdagangan dan nercara pembayaran yang terus terjadi.