Penjelasan Pengusaha soal Masih Kurangnya Pasokan Batu Bara ke PLN

8 Juli 2018 14:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Truk milik PT Andaro membawa muatan batu bara (Foto: Antara Foto/Prasetyo Utomo)
zoom-in-whitePerbesar
Truk milik PT Andaro membawa muatan batu bara (Foto: Antara Foto/Prasetyo Utomo)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM nomor 23K/30/MEM/2018, perusahaan pertambangan batu bara wajib menjual 25% produksinya untuk kepentingan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO), dalam hal ini untuk PLN.
ADVERTISEMENT
Kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tahun 2018 berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2018-2027 sebanyak 92 juta ton. Jika seluruh perusahaan batu bara mematuhi aturan, PLN akan mendapatkan pasokan mencapai 121 juta ton batu bara.
Namun, masih banyak perusahaan tambang yang belum memenuhi kewajiban DMO tersebut. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyatakan, tak semua pengusaha batu bara bisa menjalankan kewajiban DMO sebesar 25% dari rencana produksi.
Sebab, ada produsen batu bara yang lebih banyak memproduksi batu bara dengan kalori tinggi di atas 5.000 kcal/kg. Sementara batu bara yang dibutuhkan PLN berbeda spesifikasinya, yakni batu bara dengan kalori 4.200 kcal/kg-5.000 kcal/kg.
"Tentu tidak semua produsen spek batu baranya memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh PLN," kata Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia, kepada kumparan, Minggu (8/7).
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah membuka opsi transfer kuota bagi perusahaan tambang yang spesifikasi batu baranya tak sesuai kebutuhan PLN. Transfer kuota dilakukan dengan cara membeli batu bara kalori rendah dari perusahaan tambang lain untuk dipasok ke PLN.
Namun, kata Hendra, mekanisme transfer kuota ini belum jelas. "Pemerintah menganjurkan untuk dilakukan transfer kuota namun mekanismenya masih dianggap belum jelas oleh sebagian pelaku usaha," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, PT Kaltim Prima Coal (KPC) mengaku kehilangan potensi pendapatan mencapai Rp 957 miliar karena 25% produksi batu bara DMO wajib dijual ke PLN dengan harga maksimal USD 70 per ton.
Berdasarkan catatan KPC, pendapatan yang diperoleh hanya Rp 3,04 triliun. Padahal jika batu bara dijual sesuai Harga Penjualan Batubara (HPB), KPC dapat mengantongi Rp 3,99 triliun.
Warga Celukan Bawang Kritisi PLTU Batubara (Foto: Cisilia Agustina Siahaan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Warga Celukan Bawang Kritisi PLTU Batubara (Foto: Cisilia Agustina Siahaan/kumparan)
Senada, PT Arutmin Indonesia mengaku kehilangan potensi pendapatan Rp 277 miliar karena kewajiban DMO dengan harga khusus ke PLN. Pendapatan yang diperoleh hanya Rp 1,2 triliun. Jika menganut HPB, pihaknya dapat mengantongi Rp 1,48 triliun.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, apabila perusahaan batu bara tak menjalankan kewajiban DMO, maka besaran produksi dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) akan dipotong.
“Ada pengurangan kuota ekspor jika tidak memenuhi aturan itu,” tegasnya.
Sebaliknya bagi perusahaan yang mematuhi aturan tersebut, besaran produksi dalam RKAB yang disetujui pemerintah ditambah 10%. Dengan demikian diharapkan pendapatan perusahaan batu bara bertambah karena bisa mengekspor lebih banyak.