Penjelasan Sri Mulyani ke Ketua MPR Soal Utang Negara Tak Wajar

20 Agustus 2018 13:23 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat APBN 2018 (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Rapat APBN 2018 (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam pidato sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018 lalu, Ketua MPR Zulkifli Hasan menyoroti pembayaran pokok utang pemerintah yang jatuh tempo tahun 2018 sebesar Rp 400 triliun. Angka tersebut menurutnya 7 kali lebih besar dari Dana Desa dan 6 kali lebih besar dari anggaran kesehatan.
ADVERTISEMENT
Menurut Zulkifli, besaran itu dinilai tidak wajar. Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak tinggal diam. Sri Mulyani secara rinci memberikan penjelasan terkait tudingan tersebut.
“Kan sudah saya jawab di Facebook. Silakan cek di Facebook saya,” ungkap Sri Mulyani di Gedung DPR Nusantara III, Jakarta, Senin (20/8).
Pada akun Facebooknya, Senin (20/8), Sri Mulyani menuliskan, pernyataan dari Zulklifi tersebut selain bermuatan politis juga menyesatkan.
Para Menteri Kabinet Kerja dalam konferensi pers mengenai Nota Keuangan dan RPBN 2019 di Media Press Centre JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para Menteri Kabinet Kerja dalam konferensi pers mengenai Nota Keuangan dan RPBN 2019 di Media Press Centre JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Berikut penjelasannya:
1. Pembayaran pokok utang tahun 2018 sebesar Rp 396 triliun, dihitung berdasarkan posisi utang per akhir Desember 2017. Dari jumlah tersebut 44 persen adalah utang yang dibuat pada periode sebelum 2015 (sebelum Presiden Joko Widodo). Ketua MPR saat ini adalah bagian dari kabinet saat itu.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, 31,5 persen pembayaran pokok utang adalah untuk instrumen SPN/SPN-S yang bertenor di bawah satu tahun yang merupakan instrumen untuk mengelola arus kas (cash management). Pembayaran utang saat ini adalah kewajiban yang harus dipenuhi dari utang masa lalu, mengapa baru sekarang diributkan?
2. Karena Ketua MPR menggunakan perbandingan, mari kita bandingkan jumlah pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan dan anggaran Dana Desa.
Jumlah pembayaran pokok utang Indonesia tahun 2009 adalah Rp 117,1 triliun, sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp 25,6 triliun. Jadi perbandingan pembayaran pokok utang dan anggaran kesehatan adalah 4,57 kali lipat. Pada tahun 2018, pembayaran pokok utang adalah Rp 396 triliun sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp 107,4 triliun, atau perbandingannya turun 3,68 kali. Artinya rasio yang baru ini sudah menurun dalam 9 tahun sebesar 19,4 persen.
ADVERTISEMENT
Bahkan di tahun 2019 anggaran kesehatan meningkat menjadi Rp 122 triliun atau sebesar 4,77 kali anggaran tahun 2009, dan rasionya mengalami penurunan jauh lebih besar lagi, yakni 26,7 persen. Di sini anggaran kesehatan tidak hanya yang dialokasikan ke Kementerian Kesehatan, tapi juga untuk program peningkatan kesehatan masyarakat lainnya, termasuk DAK Kesehatan dan Keluarga Berencana.
Mengapa pada saat Ketua MPR ada di kabinet dulu tidak pernah menyampaikan kekhawatiran kewajaran perbandingan pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan, padahal rasionya lebih tinggi dari sekarang? Jadi ukuran kewajaran yang disebut Ketua MPR sebenarnya apa?
Kenaikan anggaran kesehatan hingga lebih 4 kali lipat dari 2009 ke 2018 menunjukkan pemerintah Presiden Jokowi sangat memperhatikan dan memprioritaskan pada perbaikan kualitas sumber daya manusia.
ADVERTISEMENT
3. Ketua MPR juga membandingkan pembayaran pokok utang dengan dana desa. Karena dana desa baru dimulai tahun 2015, jadi sebaiknya kita bandingkan pembayaran pokok utang dengan dana desa tahun 2015 yang besarnya 10,9 kali lipat. Pada tahun 2018 rasio menurun 39,3 persen menjadi 6,6 kali, bahkan di tahun 2019 menurun lagi hampir setengahnya menjadi 5,7 kali. Artinya kenaikan dana desa jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan pembayaran pokok utang. Lagi-lagi tidak ada bukti dan ukuran mengenai kewajaran yang disebut Ketua MPR.
Jadi arahnya adalah menurun tajam, bukankah ini arah perbaikan? Mengapa membuat pernyataan ke rakyat di mimbar terhormat tanpa memberikan konteks yang benar? Bukankah tanggung jawab pemimpin negeri ini adalah memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat dengan memberikan data dan konteks yang benar.
ADVERTISEMENT
4. Pemerintah terus melakukan pengelolaan utang dengan sangat hati-hati (pruden) dan terukur (akuntabel). Defisit APBN selalu dijaga di bawah 3 persen per PDB sesuai batas UU Keuangan Negara. Defisit APBN terus dijaga dari 2,59 persen per PDB tahun 2015, menjadi 2,49 persen tahun 2016, dan 2,51 persen tahun 2017. Dan tahun 2018 diperkirakan 2,12 persen serta tahun 2019 sesuai Pidato Presiden di depan DPR akan menurun menjadi 1,84 persen.
Ini bukti tak terbantahkan bahwa pemerintah berhati-hati dan terus menjaga risiko keuangan negara secara profesional dan kredibel. Ini karena yang kami pertaruhkan adalah perekonomian dan kesejahteraan serta keselamatan rakyat Indonesia.
Para Menteri Kabinet Kerja dalam konferensi pers mengenai Nota Keuangan dan RPBN 2019 di Media Press Centre JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para Menteri Kabinet Kerja dalam konferensi pers mengenai Nota Keuangan dan RPBN 2019 di Media Press Centre JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
5. Defisit keseimbangan primer juga diupayakan menurun dan menuju ke arah surplus. Tahun 2015 defisit keseimbangan primer Rp 142,5 triliun, menurun menjadi Rp 129,3 triliun (2017) dan tahun 2018 menurun lagi menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Tahun 2019 direncanakan defisit keseimbangan primer menurun lagi menjadi hanya Rp 21,74 triliun, sekali lagi menunjukkan bukti kehati-hatian pemerintah dalam menjaga keuangan negara menghadapi situasi global yang sedang bergejolak. Apakah ini bukti ketidakwajaran atau justru malah makin wajar dan hati-hati?
ADVERTISEMENT
6. Selama tahun 2015-2018, pertumbuhan pembiayaan APBN melalui utang justru negatif, artinya penambahan utang terus diupayakan menurun seiring dengan menguatkan penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak. Bila tahun 2015 pertumbuhan pembiayaan utang adalah 49,0 persen (karena pemerintah melakukan pengamanan ekonomi dari tekanan jatuhnya harga minyak dan komoditas lainnya), tahun 2018 pertumbuhan pembiayaan utang justru menjadi negatif 9,7 persen!
Ini karena pemerintah bersungguh-sungguh untuk terus meningkatkan kemampuan APBN yang mandiri. Ini juga bukti lain bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam mengelola APBN dan kebijakan utang. Hasilnya? Pemerintah mendapat perbaikan rating menjadi “investment grade” dari semua lembaga pemeringkat dunia sejak 2016. Jadi siapa yang lebih berkompeten menilai kebijakan fiskal dan utang pemerintah wajar atau tidak?
ADVERTISEMENT
7. APBN adalah instrumen untuk mencapai cita-cita bernegara, untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta makin mandiri. Komitmen dan kredibilitas pengelolan APBN ini sudah teruji oleh rekam jejak pemerintah selama ini. Mari cerdaskan rakyat dengan politik yang berbasis informasi yang benar dan akurat.