Perang Dagang AS-Uni Eropa, Mendag Sebut Ada Ancaman Krisis Keuangan

4 Oktober 2019 10:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memberikan sambutan saat acara "Urun Rembuk Strategi Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Lima Tahun ke Depan", di Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (26/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memberikan sambutan saat acara "Urun Rembuk Strategi Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Lima Tahun ke Depan", di Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (26/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
ADVERTISEMENT
Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) sudah di depan mata. AS memenangkan gugatan terhadap Eropa di organisasi perdagangan dunia (WTO), sehingga dengan percaya diri memberlakukan tarif atas barang-barang UE senilai USD 7,5 miliar per tahun.
ADVERTISEMENT
Kekalahan UE ini sebagai hukuman atas subsidi pesawat terbang secara ilegal. Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif 25 persen untuk produk pertanian dan 10 persen untuk pesawat.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, perang dagang antara AS dan UE itu dinilai akan berdampak pada negara-negara berkembang salah satunya Indonesia.
"Persoalannya sekarang adalah, kalau dengan kondisi ini maka pasti akan ada lagi koreksi pertumbuhan ekonomi dunia, ekonomi Eropa pasti, demikian juga pertumbuhannya Amerika akan ikut terkoreksi lagi," kata Enggar kepada awak media Kamis malam (4/10).
Enggar mengatakan untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi dari dampak perang dagang AS dan Eropa, setidaknya kinerja ekspor Indonesia tidak boleh turun pada tahun ini.
"Kalau (ekspor) kita terjun, maka itu akan menjadi financial crisis yang disebutkan itu akan terkena ke kita," katanya.
ADVERTISEMENT
Enggar menekankan, pada triwulan ke III 2019 pemerintah harus sangat hati-hati dalam mengambil kebijakan terutama yang mendorong untuk ekspor. Selain dari sisi ekspor, salah satu upaya lain yaitu meningkatkan investasi dalam negeri.
Hanya saja persoalannya, investasi langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) bukan perkara mudah dan juga instan. Pemerintah harus terus memberikan kemudahan kepada investor.
Kapal tunda melintas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (14/8). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
"Sedangkan kalau FDI kita jadikan harapan dan tumpuan, dengan relokasi itu enggak akan instan, akan memakan waktu. Baru tahun depan. Itu dengan catatan kemudahan investasi, peraturan yang ada itu benar-benar seperti perintah bapak presiden segera kita lakukan," ujarnya.
Menurut Enggar, salah satu hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan yaitu konsumsi dalam negeri. Sebab, konsumsi domestik menjadi salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Dia mencontohkan China sebagai negara yang cukup baik dalam menghadapi perlambatan ekonomi, karena memiliki kinerja konsumsi dalam negeri cukup baik.
"Kenapa China growth-nya terkoreksi tapi tidak terlalu besar? Karena punya marketnya sendiri, 1,4 miliar (penduduk). Manufaktur jalan. Yang menjadi persoalan, kita punya market 256 juta (penduduk), manufaktur kita belum sesiap mereka," ujarnya.