Perang Sawit vs Rapeseed di Uni Eropa

17 April 2018 11:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perkenalan Produk Asian Agri oleh Kelvin Tio. (Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Perkenalan Produk Asian Agri oleh Kelvin Tio. (Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai produsen terbesar minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) di dunia, Indonesia berkepentingan untuk membuka pasar seluas-luasnya bagi produk unggulan ekspor nasional itu. Selain membuka pasar yang baru, tentu pasar yang sudah diraih juga harus terus dipertahankan.
ADVERTISEMENT
Tak mengherankan jika rencana Parlemen Uni Eropa untuk melarang minyak sawit di wilayah mereka, merisaukan pemerintah dan industri sawit nasional. Pasalnya, Uni Eropa pernah menjadi pasar ekspor terbesar bagi minyak sawit Indonesia di era 90-an.
Posisi strategis Eropa sebagai pasar minyak sawit Indonesia saat itu, diakui Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri, Siswo Pramono.
"Kalau kita berbicara tahun 1990, itu oke. Mereka (Uni Eropa) pasar utama Indonesia. Karena 74% minyak kelapa sawit waktu itu dijualnya ke Eropa," ujarnya di sela acara  'Executive Palm Oil Program’ di perkebunan sawit milik Asian Agri, di Tungkal Ulu, Jambi, Selasa (17/4).
Namun belakangan, dominasi sawit Indonesia di kawasan itu memudar. Porsi pasar Uni Eropa saat ini hanya sekitar 20%. Posisinya sebagai yang terbesar, digeser oleh India, China, dan Pakistan.
ADVERTISEMENT
Penurunan ini terjadi, karena Uni Eropa memang menutup diri dari produk sawit, untuk melindungi petani lokal mereka. "Mereka mau melindungi petaninya. Contohnya Jerman dan Prancis, kedua negara itu petani rapeseed oil (RSO) meningkat," ujar Siswo.
Pekerja memuat kelapa sawit ke dalam truk (Foto: FP PHOTO /  Kharisma Tarigan)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja memuat kelapa sawit ke dalam truk (Foto: FP PHOTO / Kharisma Tarigan)
Rapeseed adalah sebutan dalam bahasa Inggris bagi beberapa kelompok tumbuhan marga Brassica yang dibudidayakan untuk diambil minyak dari bijinya. Inilah minyak nabati domestik Eropa, yang diinginkan untuk menjadi tuan di rumah mereka sendiri.
Produksi rapeseed oil Uni Eropa tahun lalu mencapai 10,4 juta ton. Angka itu hanya sekitar seperempat dari produk minyak sawit Indonesia yang mencapai 38,4 juta ton. Atas dasar itu, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Pengembangan (BPDP) Kelapa Sawit, Dono Boestami meyakini, Eropa sebenarnya masih membutuhkan pasokan minyak sawit.
ADVERTISEMENT
"Nah itu mereka dapat lahan dari mana? Lahan mereka saat ini cukup enggak mengganti minyak sawit gitu? Sekarang kalau dia mau ganti, satu-satunya jalan mereka harus buka hutan, mereka larang Indonesia, tapi mereka boleh," ujarnya.
Menurut riset  'Europe Economics' yang berjudul 'Economic Impact of Palm Oil Import in the EU' pada 2014 lalu, setiap tahun Uni Eropa mengimpor 6,4 juta ton minyak sawit dari Indonesia dan Malaysia.
Sekitar 40% yang diimpor tersebut digunakan untuk  biodiesel dan juga pembangkit listrik. Sedangkan sisanya, digunakan untuk bahan pangan dan bahan kosmetik.
Meskipun minyak sawit dianggap pesaing berat rapeseed, namun CPO juga memutar roda perekonomian Eropa. Dari riset yang sama, impor sawit ke Uni Eropa telah membuka lapangan pekerjaan untu 177 ribu orang. Selain itu penggunaan minyak sawit di 16 negara anggota Uni Eropa, juga menciptakan pendapatan sekitar 5,8 miliar euro setiap tahun.
ADVERTISEMENT