Perjanjian Dagang Indonesia dan Australia Ditandatangani November

31 Agustus 2018 20:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi dan Scott Morrison Perdana Menteri Australia berfoto di Kebun Raya Bogor, Jumat (31/8/18). (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi dan Scott Morrison Perdana Menteri Australia berfoto di Kebun Raya Bogor, Jumat (31/8/18). (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
Perjanjian kemitraan komprehensif Indonesian dan Australia atau Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) akhirnya rampung. Kedua pihak sepakat melakukan penandatanganan perjanjian pada November 2018 nanti. Saat ini, kedua pihak sedang menyelesaikan bahasa hukum dari isi perjanjian.
ADVERTISEMENT
"Ditandatangani November, karena itu ada persyaratan di hukum, bahasa hukumnya," ungkap Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita usai pertemuan antara Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (31/8).
Jika resmi diteken, kedua pihak sepakat menerapkan tarif bea masuk 0 persen untuk produk asal Indonesia dan Australia.
"Yang kita janjikan ya nol persen," tambahnya.
Indonesia akan memasok produk otomotif, tekstil dan produk unggulan lainnya ke Australia dengan tarif nol persen. Begitu juga, produk pertanian dari Australia akan dikenakan tarif bea masuk nol persen.
"Garmen, kemudian mobil. Mobil kita dapatkan yang paling istimewa dibandingkan dengan negara lain karena ini CEPA. Ini ketentuannya kan berapa persen dari local content yang diekspor ke sana," tambahnya.
Presiden Jokowi dan Scott Morrison Perdana Menteri Australia berkeliling di Kebun Raya Bogor, Jumat (31/8/18). (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi dan Scott Morrison Perdana Menteri Australia berkeliling di Kebun Raya Bogor, Jumat (31/8/18). (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
Selain bea masuk, kedua negara sepakat mempermudah investasi. Enggar menilai, Australia bisa masuk ke industri pendidikan dan rumah sakit di Indonesia. Sebaliknya, Indonesia bisa masuk di sektor-sektor yang disepakati. Proses investasi ini tentunya tetap mengikuti regulasi Daftar Negatif Investasi (DNI).
Kehadiran seperti sekolah Australia di Indonesia bisa mengurangi keluarnya devisa karena selama ini ribuan pelajar Indonesia menempuh pendidikan di negeri Kanguru.
"Sekarang persoalannya kita hitung, puluhan ribu student kita di sana, kalau dia di sini bisa hemat devisa berapa," tambahnya.
Menteri Koordinator Maritim Lubut Binsar Panjaitan menjelaskan, kerja sama ini membawa manfaat untuk kedua negara. Luhut mengambil contoh pembebasan bea masuk produk pertanian ke Indonesia. Harga pangan di Indonesia akan menjadi terjangkau.
ADVERTISEMENT
"Impor dari mereka agriculture, sapi, kan banyak. Bagaimana supaya bisa kita tarik keuntungan dari situ dan mereka diuntungkan. Daging misalnya, kita pikir kenapa India bisa lebih murah, kenapa juga di Malaysia harga murah," ungkap Luhut.
Indonesia juga akan merasakan tarif nol persen untuk produk-produk unggulan.
"Macam-macam. Dia ke kita, kita ke dia. Akan meningkatkan ekspor. Lalu pabrik mobil Australia tutup. Kan kita bisa jadi prioritas pertama karena dekat posisinya. Itu contoh," sebutnya.