Perjuangan RI Kembalikan Ruang Udara Batam dan Natuna dari Singapura

8 Desember 2018 10:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepulauan Batam. (Foto: Instagram @wonderfulbatam)
zoom-in-whitePerbesar
Kepulauan Batam. (Foto: Instagram @wonderfulbatam)
ADVERTISEMENT
Batam dan Natuna adalah dua wilayah yang berada di bagian barat Indonesia. Keduanya berada di wilayah strategis karena menjadi pusat lalu lintas di kawasan Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Namun siapa sangka bahwa ruang udara Batam dan Natuna justru bukan dikuasai Indonesia, tetapi Singapura. Ya, Negeri Singa tersebut sudah menguasai Batam dan Natuna yang masuk ke dalam Flight Information Region (FIR) sektor A sejak 1946. Sudah 72 tahun lamanya.
Hanya saja, ada kabar gembira mengenai status pengelolaan ruang udara Batam dan Natuna. Singapura disebut-sebut akan menyerahkan kepada Indonesia di akhir 2019. Hal ini diungkapkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi kepada kumparan.
"Insyaallah akhir tahun 2019 sudah diambil alih Indonesia," tegas Budi Karya.
Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman telah membentuk tiga tim, terdiri dari Tim Teknis yang mencakup Airnav, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas), yang menyiapkan sarana dan prasarana untuk pengambilalihan ini. Kemudian, Tim Regulasi yang menyiapkan peraturan. Terakhir ada Tim Diplomasi yang bertugas melakukan perundingan dengan Singapura dan Malaysia.
ADVERTISEMENT
Pengamat penerbangan Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim pun angkat bicara mengenai masalah ini. Dia bilang sungguh ironi jika pengelolaan ruang udara di suatu negara justru dikuasai negara lain. Ruang udara menyangkut kedaulatan suatu negara.
Maskapai penerbangan Vietnam Airlines (Foto: vietnamairlines.com)
zoom-in-whitePerbesar
Maskapai penerbangan Vietnam Airlines (Foto: vietnamairlines.com)
"Negara yang otoritas penerbangannya menguasai wilayah kedaulatan negara lain, dia memang bisa menggunakan itu sebagai tempat untuk latihan angkatan udaranya. Ini adalah critical border, sehingga kita sangat punya kepentingan untuk berdaulat untuk memilih kekuasaan di critical border itu," paparnya.
Chappy menjelaskan, FIR Batam dan Natuna sudah dikuasai oleh Singapura sejak tahun 1946. Kuasa Singapura atas wilayah langit Indonesia itu ditetapkan dalam pertemuan International Civil Aviation Organization (ICAO) di Dublin, Irlandia, pada Maret 1946. Saat keputusan itu dibuat, menurut Chappy, delegasi Indonesia tak hadir. Ketika itu pun Singapura masih dikuasai oleh Inggris.
ADVERTISEMENT
"Kita kan saat itu baru merdeka, sehingga peserta pertemuan menyerahkan kendali ruang udara itu pada otoritas yang dianggap paling dekat, yaitu Singapura," jelasnya.
Dia menjelaskan Singapura menguasai sekitar 100 mil laut (1.825 kilometer) wilayah udara Indonesia. Wilayah seluas itu mencakup Kepulauan Riau, Tanjungpinang, Natuna, Serawak dan Semenanjung Malaka. Dengan demikian, berbagai pesawat dalam negeri harus minta izin kepada otoritas penerbangan Singapura jika hendak terbang dari Tanjung Pinang ke Pekanbaru yang notabenenya masih wilayah kedaulatan Indonesia sendiri. Hal ini juga berlaku bagi penerbangan dari Pulau Natuna ke Batam dan penerbangan-penerbangan lain di kawasan Selat Malaka.
Akibat dikuasai Singapura, para penerbang kita, baik sipil maupun militer, sering mendapat perlakuan diskriminatif dari otoritas penerbangan Singapura. Pemerintah tentu tidak tinggal diam melihat situasi ini. Chappy bercerita, sejak 1991 Indonesia telah mengajukan pengambilalihan FIR dari Singapura.
ADVERTISEMENT
"Namun Singapura enggan melepas dan malah memperkuatnya," katanya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memberikan sambutan pada acara Simposium Internasional Lingkungan Kelautan. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memberikan sambutan pada acara Simposium Internasional Lingkungan Kelautan. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Lalu, pada tahun 1993, dalam pertemuan Navigasi Udara Regional yang digelar Organisasi Penerbangan Sipil Internasional atau ICAO di Bangkok, Thailand, Indonesia kembali mempersolkan isu tersebut. Namun, Indonesia kembali kalah lobi karena cuma mengutus pejabat eselon I, sedangkan Singapura selalu dihadiri oleh para menteri terkait.
Baru pada Januari 2012, pada pertemuan antara pemerintah Indonesia dan Singapura di Bali, tercapai kesepakatan bahwa FIR wilayah Kepulauan Riau akan dikembalikan. Salah satu dasar hukum pengambilalihan FIR itu adalah Undang Undang Penerbangan yang terbit pada 12 Januari 2009.
Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian, sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat 15 tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.
ADVERTISEMENT