Perlu Ditolong, PT Pos Punya Masalah Krusial di Keuangan

9 Februari 2019 11:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana aksi unjuk rasa pegawai PT POS Indonesia di depan gedung BUMN, Jakarta, Rabu (6/2). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana aksi unjuk rasa pegawai PT POS Indonesia di depan gedung BUMN, Jakarta, Rabu (6/2). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Masih segar di ingatan, aksi demo pekerja PT Pos Indonesia (Persero) pada Rabu (6/2) lalu mencuatkan tuntutan penggantian direksi. Sebabnya, para pimpinan dinilai tidak becus dalam menangani tata kelola perusahaan hingga mengerek berbagai soal kesejahteraan karyawan.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, salah satu masalah krusial PT Pos ialah sektor keuangan. Mengingat, laba plat merah yang berdiri sejak 1746 itu, pada 2018 juga dikabarkan tergerus mencapai 70 persen. kumparan berkesempatan menemui Direktur Keuangan PT Pos Indonesia, Eddi Santosa, yang berkenan untuk buka-bukaan soal kondisi keuangan. Eddi mengungkapkan PT Pos tak dipungkiri mengalami masa sulit sekitar tahun 2015 lalu. Ia menyebut, bisnis andalan berupa surat yang kian terkikis seiring tren perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Di samping itu, kata dia, pendapatan perseroan yang seret sebab hilangnya proyek pengiriman bantuan sosial dari pemerintah juga cukup berdampak. Bahkan imbasnya, pendapatan dari sektor jasa keuangan PT Pos turun 14,3 persen menjadi hanya Rp 1,11 triliun pada 2015. Padahal, target perusahaan saat itu sebesar Rp 1,53 triliun. "Bisa dibayangkan likuiditas yang tadinya selalu ada kemudian ditarik begitu saja, sejak 2004-2016 pos dapat tugas menyampaikan PKH ini atau bantuan langsung tunai itu. Alasannya dulu pemerintah untuk memudahkan pengendalian uang tunai, transparansi dan sebagainya," katanya saat berbincang dengan kumparan, Sabtu (9/2)
ADVERTISEMENT
Selain karena hilangnya proyek dana bansos, Eddi menambahkan, kendala PT Pos juga disebabkan oleh layanan pos universal (LSU) yakni layanan public service obligation (PSO) yang tidak dibayarkan penuh oleh pemerintah.
Direktur Keuangan PT Pos Indonesia Eddi Santosa di Kantor Pos, Jakarta Pusat. Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
"Persoalannya begini, postal masih melayani pos universal yang sebetulnya itu PSO. Tapi berbeda dengan PSO, yang diberikan kepada Pertamina, PLN, KAI yang pemerintah membayar full cost recovery. Untuk PT Pos, PSO-nya sebagian ditombokin oleh PT Pos sendiri," keluhnya. Padahal, perkiraan dia, jika biaya PLU itu bisa dibayarkan pemerintah secara penuh, seperti mekanisme pembayaran layanan penugasan lainnya kepada perusahaan BUMN lainnya, Eddi menilai laba perseroan bisa saja meroket mendekati target yang dipatok pada 2018, sebesar Rp 400 miliar. "Jadi, kalau diberikan full, laba kita melompat tambahannya bisa Rp 200 miliar hingga Rp 300 miliar. Tetapi, sebagian laba kita biayakan subsidi yang kurang itu, akhirnya laba tergerus ke bawah. Jadi, Pos melayani tugas seluruh Indonesia, ada 2.600 kantor untuk layanan pos universal yang kategori subsidi, tetapi dibatasi," terang mantan Kepala Cabang Orix Indonesia Finance dan Komisaris PT Jakarta Tourisindo itu. Di kondisi itu, Eddi juga tak bisa menafikan tanggung jawab tugas yang mesti diemban oleh PT Pos untuk melayani seluruh masyarakat juga menjadi tantangan tersendiri. Ia menerangkan, PT Pos bagaimana pun kondisinya harus tetap bisa memberikan pelayanan di daerah-daerah terpencil 3T meski hasil yang didapat tak sebanding dengan besarnya ongkos yang dikeluarkan. “Kalau kirim hanya 1 surat, tapi kirim ke Wamena misalnya jadi harus nombok. Bisa dibayangkan, kantor ada, listrik, komputer, motor (perlu dibiayai), tapi produksi enggak selalu ada. Biaya-biaya itu biaya pasti muncul. Karyawan juga tetap perlu digaji,” paparnya. Berbagai kesulitan kondisi itulah, kata Eddi yang menyebabkan konsekuensi PT Pos harus melakukan berbagai efisiensi agar terus bisa beroperasi. Termasuk, supaya tetap bisa memberikan kesejahteraan layak bagi karyawan. “Alhamdulillah ketika ada tekanan (kami masih) survive. Tapi kan membawa dampak itu tadi (efisiensi),” tegas dia.
ADVERTISEMENT