Pertamina Harus Rajin Eksplorasi Migas Agar Tak Kalah dari Asing

3 Mei 2018 21:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengeboran minyak lapangan Jatiasri-9 (Foto: Antara/Dedhez Anggara)
zoom-in-whitePerbesar
Pengeboran minyak lapangan Jatiasri-9 (Foto: Antara/Dedhez Anggara)
ADVERTISEMENT
Dalam sambutannya saat membuka acara Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition (IPA Convex) 2018 pada Rabu (2/5), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyentil PT Pertamina (Persero) yang malas melakukan eksplorasi minyak dan gas (migas).
ADVERTISEMENT
BUMN perminyakan itu, Jokowi mengungkapkan, terakhir kali menemukan cadangan migas besar pada era 1970-an. Setelah itu sampai sekarang, Pertamina tak pernah lagi menemukan cadangan besar karena jarang melakukan eksplorasi.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Amien Sunaryadi, berpendapat bahwa selama ini Pertamina kurang didorong untuk membesarkan bisnis di sisi hulu. Modal yang dialokasikan untuk eksplorasi tak banyak.
"Pertamina ini kurang didorong jadi pebisnis hulu, banyak sumur yang datanya enggak lengkap. Kalau mereka diberi space untuk mikirkan hulu, akan alokasi dana untuk eksplorasi, discovery yang ukurannya besar supaya profit-nya juga jadi meledak," kata Amien saat berbincang dengan media di Jakarta, Rabu (2/5).
ADVERTISEMENT
Selama ini Pertamina lebih banyak mengelola blok-blok migas habis kontrak (terminasi) yang sudah tua, bukan ladang migas baru yang cadangannya masih utuh dan besar. Pengelolaan blok terminasi pun banyak yang dikerjasamakan dengan perusahaan migas lain, tak dikelola sendiri.
"Pertamina kalau didorong jadi kolektor WK (Wilayah Kerja/blok) bekas, kita enggak mendorong Pertamina untuk jadi besar. Pertamina itu ikut lelang WK aja enggak. Kalau WK-nya banyak, manajemen (Pertamina) itu sibuk mikirin urusan kerja sama ini kerja sama itu," tutur Amien.
Sebenarnya, menurut Amien, Pertamina punya banyak geolog andal yang mampu mencari cadangan-cadangan migas besar. Indonesia pun tak kekurangan ahli geologi.
"Kalau dibilang enggak mampu atau kurang geolog-nya, enggak juga. Banyu Urip itu yang lakukan seismic siapa? Elnusa (anak usaha Pertamina). Exxon, leader seismic-nya siapa? Pak Budiono. Itu orang Indonesia juga. Artinya kita mampu," tegas Amien.
ADVERTISEMENT
Masalahnya, Pertamina tak punya ruang gerak luas untuk menggelontorkan dana besar buat eksplorasi. Petinggi Pertamina sulit memutuskan pengeluaran investasi besar untuk eksplorasi yang berisiko besar karena belum tentu menemukan cadangan.
"Hanya memang kalau Exxon, otaknya di Houston, itu mereka yang putuskan. Oke investasi sekian ratus juta dolar AS untuk eksplorasi. Lha kalau Pertamina decission making-nya enggak ada, kalau mau keluar uang gede takut. Kalau mau decission yang kecil-kecil," ucapnya.
Akibatnya, Pertamina tak bisa sebesar ExxonMobil, Total E&P, Chevron, atau bahkan Petronas. Menurut Amien, Pertamina bisa menjadi perusahaan raksasa kalau rajin eksplorasi dan berhasil memperoleh cadangan besar. Tak perlu takut gagal, kerugian akibat kegagalan sekian banyak eksplorasi bisa tertutup oleh segelintir keberhasilan.
ADVERTISEMENT
Amien mencontohkan Total E&P yang melakukan eksplorasi di 49 blok migas dan gagal di 47 blok di antaranya. Total hanya berhasil menemukan cadangan di 2 blok, yakni Blok Mahakam dan Blok Tengah. Tapi keuntungan dari 2 blok itu jauh lebih besar dibanding kerugian akibat kegagalan eksplorasi di 47 blok lainnya.
"Sebenarnya kalau Pertamina mau 10 kali seismic, katakanlah setiap USD 60 juta, dari 10 (eksplorasi) itu ya pasti ada yang tembus barang 2 atau 3. Total itu untuk eksplorasi dia ambil 49 WK, yang ketemu cuma Mahakam dan Tengah. Walaupun yang ketemu cuma dua dari 49, tapi karena gede ya biayanya ketutup," katanya.
Amien optimistis Pertamina bisa lebih besar dari Total jika berani melakukan banyak eksplorasi. Daripada hanya mengambil blok-blok terminasi eks asing yang sudah tua, lebih baik Pertamina berburu ladang migas baru.
ADVERTISEMENT
"Kalau Pertamina jiwa eksplorernya seperti itu, bisa lebih besar dari Total. Jadi WK-WK yang produktivitasnya tinggal 10 tahun, enggak usah diambil Pertamina," tutupnya.