Pesan Rini ke Bos Krakatau Steel: Harus Untung dan Kuasai Pasar

4 Januari 2019 17:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama PT. Krakatau Steel, Silmy Karim ketika mengunjungi kantor kumparan. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT. Krakatau Steel, Silmy Karim ketika mengunjungi kantor kumparan. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
ADVERTISEMENT
Silmy Karim ditunjuk Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menjadi Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) pada 6 September 2018. Sebelumnya, Silmy menjabat sebagai direktur utama di dua perusahaan pelat merah yakni PT Pindad (Persero) dan PT Barata Indonesia (Persero).
ADVERTISEMENT
Saat diminta menjadi Dirut KRAS, Silmy mengaku mendapat misi khusus dari Rini, yakni menguasai pangsa pasar (market share) baja nasional hingga memperbaiki kinerja keuangan.
“Kuasai market share, baja di Indonesia. Kedua, adalah bahasanya beresin industri BUMN,” kata Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim saat berkunjung ke kantor redaksi kumparan di Jakarta, Selasa (11 Desember 2018).
Untuk market share, pabrik KRAS saat ini baru memproduksi 4,5 juta ton crude steel per tahun. Sementara kebutuhan baja nasional mencapai 13,6 juta ton pada tahun 2018. Alhasil mayoritas kebutuhan baja nasional masih diimpor. KRAS menargetkan mampu menaikkan kapasitas produksi hingga 10 juta ton dalam waktu 2-3 tahun ke depan. Selain itu, ia mendapat pesan untuk memperbaiki laporan keuangan yakni dari rugi berturut-turut sejak tahun 2014.
Direktur Utama PT. Krakatau Steel, Silmy Karim ketika mengunjungi kantor kumparan. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT. Krakatau Steel, Silmy Karim ketika mengunjungi kantor kumparan. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
“Per bulan Oktober-November sudah untung. 2019 InsyaAllah sudah untung,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Solusi yang dilakukan untuk memperbaiki kinerja keuangan ialah melakukan renegosiasi harga bahan baku dan mempercepat pengoperasian pabrik baru, Blast Furnace. Pabrik ini selama 6 tahun tak kunjung selesai dibangun, padahal biaya investasinya sangat tinggi. Alhasil, KRAS harus menanggung beban bunga yang membebani arus kas.
“Yang menjadi KPI untuk bisa operasi tahun ini, 20 Desember. Pabrik Blast Furnace sudah 6 tahun delay. Investasi USD 1 miliar. Karena cost of run. Ini harus saya bukukan. Ini ganggu cash flow. Ganggu cash flow, belum menghasilkan terus ganggu modal kerja,” sebutnya.