Petani Tak Masalah Bayar Asuransi Pertanian, Asal Klaim Tak Susah

26 November 2018 8:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja mengemas garam dalam panen terakhir tahun ini di Desa Bunder, Pademawu, Pamekasan, Jawa Timur. (Foto: ANTARA FOTO/Saiful Bahri)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja mengemas garam dalam panen terakhir tahun ini di Desa Bunder, Pademawu, Pamekasan, Jawa Timur. (Foto: ANTARA FOTO/Saiful Bahri)
ADVERTISEMENT
Keberadaan asuransi pertanian dirasa penting bagi petani. Bahkan petani tak mempermasalahkan jika asuransi pertanian yang selama ini disubsidi pemerintah mesti dibayar secara mandiri preminya. Asal, pelayanan dan pembayaran klaim tak susah.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) yang sudah berjalan selama ini memang dinilai bermanfaat melindungi petani padi dari berbagai ancaman kegagalan panen seperti kekeringan, banjir, hingga ketika serangan hama.
Selama ini, katanya, program pemerintah itu menyediakan total klaim Rp 6 juta. Sementara, premi yang harus dibayar adalah 3 persen dari klaim sebesar Rp 180 ribu. Jika subsidi pemerintah 80 persen maka petani hanya diminta membayar Rp 36 ribu dari total premi Rp 180 ribu.
Berkenaan itu, Winarno bilang, asuransi pertanian yang kini telah melebihi target luas area yang mendapat asuransi oleh pemerintah yaitu 1 juta hektare tetap perlu dijalankan. Meski, bila harus dibayar secara mandiri oleh petani.
ADVERTISEMENT
"Enggak apa yang penting petani itu mudah membayarnya, membayar premi maksudnya, petugas-petugasnya siap di lapangan yang kedua mudah mengklaim manakala petani terkena banjir kekeringan. Prinsipnya itu. Jika itu mudah, petani mau tapi kalau susah petani kapok sekali aja," kata Winarno ketika dihubungi kumparan, Senin (26/11).
Petani menanam padi (Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)
zoom-in-whitePerbesar
Petani menanam padi (Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)
Winarno melanjutkan, pemerintah kini memang mendorong petani agar bisa mandiri dalam asuransi pertanian. Apalagi, seiring meningkatnya pengetahuan dan kesadaran petani juga berdampak pada meningkatnya permintaan asuransi pertanian.
"Ini (yang sudah diasuransikan) sama pemerintah ini sekitar 1,5 juta ha. Tapi kan ke depan semakin besar, petani makin paham, makin tahu. Petani nanti bisa membayar sendiri, tapi enggak apa," imbuhnya.
Ia tak memungkiri, anggaran pemerintah bisa saja terbatas dan pihaknya harus bersiap dalam mengupayakan dana mandiri membayar premi penuh. Kendati demikian, Ia berharap pemerintah juga kian meningkatkan kualitas asuransi pertanian itu. Termasuk, segera mengevaluasi kendala di lapangan.
ADVERTISEMENT
"Pembayaran kan dulu petugasnya sedikit, jadi petani minat tapi (bingung) ke mana bayarnya gitu," kata dia.
Di samping itu, Winarno juga mengungkap sosialisasi terkait asuransi pertanian dan pendampingan ke petani belum juga maksimal. Misalnya saja soal pemilihan waktu.
"Momen sosialisasinya petani itu kan kalau siang ke sawah kalau malam dia juga capek tidur gitu jadi sosialisasi di balai desa itu tidak semua petani bisa hadir," ujarnya.
Kemudian, katanya, sosialisasi juga diharapkan disampaikan dengan bahasa yang tak terlalu teknis dan mudah dipahami petani.
"Petani juga terbatas (SDM) jadi sementara pakai bahasanya belum praktis. Sebenarnya kalau bahasan praktis itu 15 menit sudah selesai, ke petani jelaskan 'bapak bayar 3 persen dari 6 juta itu, kalau terkena gangguan banjir atau pun kekeringan bapak akan dapat 6 juta'. Cara menagihnya harus dapat rekomendasi sudah cukup selesai sebenarnya," terangnya.
ADVERTISEMENT
Ke depan, pihaknya juga menginginkan pemerintah bisa lebih peka terhadap kebutuhan petani di lapangan. Utamanya soal ketersediaan pupuk yang jadi ikhwal penting bagi keberlangsungan pertanian.
"Bagaimana petani membutuhkan pupuk, kadang sore juga sudah tutup ya, baru ingat besok mau mendadak sore, karena kita kan kerja terbatas ya waktunya jadi besok lagi, jadi berharap pupuk selalu tersedia," tandasnya.