PGE: Pengembangan Geothermal di Indonesia Terkendala Tingginya Biaya

12 Desember 2018 14:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PLTP Pertamina di Ulubelu, Lampung (Foto: Dok. Pertamina)
zoom-in-whitePerbesar
PLTP Pertamina di Ulubelu, Lampung (Foto: Dok. Pertamina)
ADVERTISEMENT
Bisnis energi listrik panas bumi (geothermal) atau Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) membutuhkan investasi yang besar. Selain itu, investasi di sektor panas bumi ini memiliki risiko tinggi dan tingkat pengembalian investasi lebih dari 20 tahun.
ADVERTISEMENT
“Kondisi ini jadi tantangan buat kita dan harus menemukan solusi bagaimana mendukung investasi panas bumi agar lebih menarik,” kata Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Pahala Mansury saat ditemui di Menara Cakrawala, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (12/12).
Hal ini juga dibenarkan oleh Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Ali Mundakir. Dia menjelaskan, biaya paling besar dari bisnis geothermal ada di upstream-nya sebesar 60 persen.
“Sementara sisi downstream memakan biaya sebesar 40 persen. Kalau dibandingkan dengan energi fossil atau batu bara dan air memang lebih mahal. Ini juga yang jadi salah satu kendala dalam pengembangan,” tambahnya.
Dirut Pertamina Geothermal Energy Ali Mundakir. (Foto: Elsa Toruan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dirut Pertamina Geothermal Energy Ali Mundakir. (Foto: Elsa Toruan/kumparan)
Karenanya, pihaknya berencana untuk melakukan optimasi terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang sudah ada. Salah satunya menggunakan teknologi baru.
ADVERTISEMENT
“Kita sedang jajaki untuk menggunakan finery dan sudah melakukan MoU dengan salah satu provider yang ada untuk pemanfaatan optimasi lapangan yang ada,” tuturnya.
Menurutnya, untuk setiap kilowatt yang terpasang butuh biaya sekitar USD 5.000. Dan jika pemasangan dilakukan per megawatt, maka biaya yang dibutuhkan mencapai USD 5 juta.