PGN Tertarik Terbitkan Global Bond

8 Agustus 2019 11:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas memberikan penjelasan terkait meteran gas kepada warga di salah satu rumah warga pengguna jaringan gas bumi PGN. Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
zoom-in-whitePerbesar
Petugas memberikan penjelasan terkait meteran gas kepada warga di salah satu rumah warga pengguna jaringan gas bumi PGN. Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
ADVERTISEMENT
PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) tertarik untuk menerbitkan surat utang global atau global bond. Aksi ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dana perseroan setelah membeli Pertagas.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengatakan, saat mengakuisisi 51 persen saham Pertagas dari PT Pertamina (Persero), pihaknya menggunakan uang perusahaan. Tidak ada dana dari pinjaman. Akuisisi tersebut merupakan mandat saat dibentuknya Holding BUMN Migas.
"Untuk akuisisi Pertagas memang kita gunakan dana sendiri sampai USD 1,3 miliar," ujarnya dalam acara Ngopi BUMN di SG8 Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (8/8).
Guna menyeimbangkan keuangan perusahaan, PGN beberapa waktu lalu sudah mendapatkan pinjaman dari Bank Mandiri sebesar USD 350 juta. Pinjaman yang bersifat jangka pendek itu untuk memenuhi kebutuhan belanja modal (capital expenditure/capex) PGN yang mencapai sekitar USD 500 juta.
"Jadi kita gunakan ini (pinjaman Bank Mandiri) untuk bridging dulu untuk keperluan capex kita yang sampai USD 500 jutaan. Namun realisasi semester I di bawah itu,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun pinjaman itu dirasa tidak cukup, perusahaan tengah mencari pendanaan yang bersifat jangka panjang dan murah. Salah satu alternatif yang tengah dilirik perusahaan adalah global bond.
Ketertarikan PGN untuk menerbitkan global bond lantaran melihat BUMN lainnya yang lebih dulu menerbitkan global bond. Seperti PLN dan induk holding-nya PGN, yakni Pertamina.
"Kalau memang kebutuhannya ada pasti kita butuh (global bond). Ini juga karena lihat keberhasilan Pertamina dan PLN, lalu bunga bagus, jangka waktunya 10-30 tahun, sebenarnya kita ingin juga sih. Karena bridging USD 350 juta ini kan jangka pendek dan harus diganti dengan yang lebih panjang," tutupnya.