Pilar Smart City Masa Depan: Otomatis, Elektrifikasi, Berbagi Pakai

10 Maret 2019 14:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Research Team Manager or Power and Energy System ABB, Marija Zima. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Research Team Manager or Power and Energy System ABB, Marija Zima. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
ADVERTISEMENT
Konsep smart city atau kota masa depan merupakan cita-cita besar yang diusung semua negara. Ada beberapa poin yang menjadi inti dari konsep smart city, misalnya tercipta konektivitas dari satu tempat ke tempat lain dan penggunaan teknologi yang masif.
ADVERTISEMENT
Namun selain itu, poin penting dalam konsep smart city adalah penggunaan energi terbaharukan misalnya listrik yang diproduksi dari pembangkit ramah lingkungan, seperti tenaga surya, air, dan angin.
Research Team Manager Power and Energy System ABB Marija Zima mengatakan elektrifikasi merupakan salah satu ciri smart city di masa depan. Adanya perubahan penggunaan dari bahan bakar fosil menjadi energi listrik merupakan salah satu tanda bahwa sebuah kota siap menjadi smart city.
“Kami percaya ada tiga pilar dalam smart city yaitu otomatis, elektrifikasi dan berbagai pakai,” ungkapnya di Admirality, Hong Kong, Minggu (10/3).
Research Team Manager or Power and Energy System ABB, Marija Zima. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Pilar tersebut menurutnya dapat diterapkan dalam berbagai hal misalnya dalam sistem manajemen bangunan, sistem transportasi hingga industri. Marija mencontohkan, dalam sebuah kota, keberadaan bangunan-bangunan menyedot sekitar 40 persen kebutuhan energi. Sebab banyak aktivitas masyarakat dilakukan dalam gedung seperti perkantoran, sekolah, apartemen, dan hotel. Marija menyatakan andai kata setiap gedung menerapkan pilar smart city, maka energi yang dipakai bisa lebih hemat 30 persen hingga 60 persen.
ADVERTISEMENT
Selain itu, di masa depan saat smart city sudah marak diterapkan, maka sistem transportasi akan berubah menjadi otomatis, menggunakan energi listrik lebih dominan ketimbang bahan bakar minyak, dan berbasis transportasi massal (berbagi-pakai). Artinya, dalam konsep smart city tidak ada lagi penggunaan transportasi pribadi.
“Sistem transportasi menghasilkan emisi sekitar 30 persen (dalam sebuah kota),” ujarnya.
Stasiun Pengisian Listrik milik ABB, Terra HP High Power Charging pada gelaran ABB Formula E di Hong Kong, Minggu (10/3). Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Meski demikian, tak dipungkiri bahwa di sisi lain, seiring bertumbuhnya jumlah penduduk, permintaan mobil juga meningkat. Hal ini, menurut Marija, bisa diatasi dengan memperkenalkan mobil listrik kepada masyarakat dunia. Menurutnya keberadaan elektrifikasi untuk menyokong kehidupan sehari-hari bukanlah hal mustahil. Yang perlu dilakukan saat ini adalah pemerintah di tiap-tiap kota harus mulai menyediakan infrastrukturnya. Sebab salah satu musuh terbesar terbangunnya konsep smart city adalah paradigma masyarakat yang belum terbiasa menerima konsep elektrifikasi.
ADVERTISEMENT
“Kalau infrastrukturnya sudah ada, masyarakat akan lebih mudah percaya bahwa energi listrik bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,” tandasnya.