PLN: Tarif Listrik PLTS Atap Indonesia Lebih Mahal Dibanding Malaysia

27 November 2018 15:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas memperbaiki panel surya di atap rumah warga. (Foto: Bikash Karki / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas memperbaiki panel surya di atap rumah warga. (Foto: Bikash Karki / AFP)
ADVERTISEMENT
Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero), yang baru saja ditandatangani oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan, diprotes oleh Perkumpulan Pengguna Surya Atap (PPLSA) dan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI).
ADVERTISEMENT
PPLSA dan AESI menyoroti ketentuan soal perhitungan ekspor dan impor listrik dari sistem PLTS atap. Dalam Pasal 6 Permen ini, diatur bahwa listrik dari surya atap yang masuk ke jaringan PLN (ekspor) hanya dihargai sebesar 65 persen dari tarif listrik PLN.
Padahal di aturan PLN yang ada sebelum Permen ini terbit, listrik yang diekspor ke PLN dihargai sama dengan listrik PLN yang diimpor pelanggan.
Dirut PLN, Sofyan Basir (tengah). (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dirut PLN, Sofyan Basir (tengah). (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Sebagai gambaran, tadinya listrik dari PLTS atap yang diekspor ke PLN dihargai Rp 1.400 per kWh sesuai tarif listrik PLN. Sekarang berdasarkan aturan baru Jonan hanya dihargai Rp 910 per kWh.
Kalau dulu dalam sebulan tagihan listrik pengguna panel surya atap bisa berkurang Rp 140.000 per bulan dengan mengekspor 100 kWh ke PLN, kini penghematannya turun jadi Rp 91.000 per bulan.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PLN Sofyan Basir sebaliknya menilai harga listrik dari PLTS atap itu sudah cukup tinggi. Kata Sofyan, di negara lain listrik yang diekspor dari PLTS atap hanya dihargai separuh atau bahkan sepertiga tarif listrik yang berlaku. Ia mengklaim bahwa patokan yang ditetapkan Indonesia masih lebih baik dibanding Malaysia dan Singapura.
"Coba lihat di negara lain, ada yang 1 banding 2, ada yang 1 banding 3. Makanya itu dari sudut pandang kita lihat kondisi secara umum. Dalam arti begini, di Singapura, Malaysia, dan negara-negara berkembang coba lihat," kata Sofyan saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (27/11).
Suasana atap masjid Hamdan al-Qara di Amman selatan, dilengkapi dengan 140 panel surya di atapnya. (Foto: Khalil Mazraawi / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana atap masjid Hamdan al-Qara di Amman selatan, dilengkapi dengan 140 panel surya di atapnya. (Foto: Khalil Mazraawi / AFP)
Karena itu, menurut Sofyan, aturan yang dibuat Jonan sudah bagus dan tak perlu direvisi. "Makanya itu jangan hanya di kita, tapi lihat industrinya menyeluruh. Sudah baik, keputusan menteri sudah oke," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya diberitakan, AESI mengirimkan surat untuk Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian dan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM.
Surat tersebut terkait dengan Permen ESDM No. 49/2018. Salah satu ketentuan yang disoroti AESI adalah Pasal 6 dalam Permen ini. AESI meminta agar Permen ini disempurnakan. Masukan dari AESI ini didukung juga oleh PPLSA.