PLN Tolak Pencabutan Aturan Harga Batu Bara Murah untuk Listrik

Kapal Tongkang pembawa batu bara melintasi aliran Sungai Batanghari di Muarojambi, Jambi. (Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

PT PLN (Persero) menolak rencana pemerintah mencabut patokan harga batu bara Domestic Market Obligation (DMO) khusus untuk ketenagalistrikan sebesar USD 70 per ton.

Pemerintah berencana mengganti patokan harga tersebut dengan pungutan ekspor sebesar USD 2-3 per ton untuk menutup kerugian PLN akibat tingginya harga batu bara yang kini sudah di atas USD 100 per ton.

Kewajiban perusahaan-perusahaan tambang batu bara memasok DMO untuk PLN tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 23K/30/MEM/2018. Sedangkan harga batu bara untuk pembangkit listrik yang dipatok USD 70 per ton diatur dalam Kepmen ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018.

Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka, mengungkapkan bahwa pembengkakan biaya produksi listrik akibat kenaikan harga batu bara mencapai USD 3,7 miliar atau Rp 51,8 triliun (kurs Rp 14.000).

Sementara pungutan ekspor batu bara USD 2-3 per ton diperkirakan hanya menghasilkan penerimaan sebesar USD 1,4 miliar atau Rp 19,6 triliun per tahun.

"Dengan penerimaan sebesar itu dari pungutan ekspor batu bara, PLN masih shortage, ini menggerus efisiensi," kata Made saat dihubungi kumparan, Senin (30/7).

Jika fasilitas harga batu bara murah dicabut, PLN terpaksa harus mencari utang untuk menutup biaya operasinya. Made menerangkan, penambahan beban ini akan membuat PLN tak bisa leluasa membangun infrastruktur ketenagalistrikan di dalam negeri.

Program 35.000 MW dan pembangunan infrastruktur listrik untuk desa-desa terpencil akan terhambat. "Program-program kami bisa tertunda, jadi melambat," paparnya.

Karena itu, Made berharap patokan harga batu bara khusus untuk PLN tetap dipertahankan. "Ini demi rakyat kecil," tutupnya.