Porter di Pasar Tanah Abang: Kadang Pulang dengan Tangan Kosong

15 Juni 2019 18:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dua orang Porter di pasar Tanah Abang. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dua orang Porter di pasar Tanah Abang. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
ADVERTISEMENT
Sepinya Pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat merembet hingga keringnya 'kantong' jasa angkut barang atau porter di pusat grosir terbesar di Indonesia tersebut. Tak jarang para porter tersebut harus pulang dengan tangan hampa setelah seharian menjajakan jasa.
ADVERTISEMENT
Yanto, salah satu porter di Blok A Pasar Tanah Abang menuturkan pedihnya menjalani kehidupan sebagai porter saat ini. Mendapat Rp 100.000 per hari kini dianggap sebagai suatu berkah baginya.
"Sekarang sepi. Puasa kemarin juga sepi, enggak kayak tahun lalu. Kalau hari ini bisa bawa Rp 100.000 aja, sudah berkah," kata Yanto saat berbincang dengan kumparan di Blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta, Sabtu (15/6).
Yanto bercerita, penghasilannya paling tinggi selama Ramadhan tahun ini hanya Rp 350.000 per hari. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, Rp 1 juta bisa ia kantongi per hari.
"Puasa tahun ini saya akui paling rendah, cuma Rp 300.000-500.000 per hari, itu yang paling tinggi. Tapi enggak jarang juga pulang tangan kosong, minjem duit sana-sana. Mau gimana lagi," curhat Yanto.
ADVERTISEMENT
Porter lainnya, Asmawi, juga mengeluhkan hal yang serupa. Penghasilannya sebagai porter di Pasar Tanah Abang hanya sebesar rata-rata Rp 200.000-300.000 per hari. Angka ini menurutnya jauh menurun dibandingkan tahun lalu yang rata-rata Rp 500.000-800.000 per hari.
"Iya turun banget. Dulu rata-rata aja bisa Rp 800.000 paling gede, sekarang boro-boro, Rp 300.000 sudah Alhamdulillah," kata Asmawi.
Bahkan, Asmawi harus rela kehilangan pelanggan setianya dari luar daerah akibat mahalnya tiket pesawat.
"Ada dari Medan, dari Kalimantan, dulu pelanggan saya itu dari luar daerah semua. Mereka belanja di sini banyak, saya angkut. Sekarang enggak lagi, tiketnya mahal. Mereka online aja jadinya," katanya.
Untuk menyiasati agar pemasukan tetap aman, para porter kini lebih agresif menawarkan jasa ke pembeli. Bahkan beberapa di antaranya tak lagi mematok harga alias seikhlasnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau sekarang, kita lebih banyak jemput bolanya. Enggak matok lagi berapa, Rp 20.000, atau Rp 10.000 kita terima saja. Susah sekarang," jelasnya.
Asmawi pun memahami, nasib para porter kini sangat bergantung pada pembeli. Banyaknya toko online juga dirasa semakin menekan para porter.
"Kalau toko online, mereka sudah pasti enggak perlu kita lagi kan. Pakai jasa kurir barang, tinggal klik aja barangnya sampai. Jadi ya cukup sulit juga buat kita," kata dia.
Sementara itu, para pembeli di Pasar Tanah Abang pun mengeluh dengan para porter yang kini semakin agresif menawarkan jasa. Namun demikian hal ini dapat dimaklumi.
"Kadang baru sampai atas, padahal bawaan belanja enggak banyak juga, tapi ditawarin barangnya mau dibawain. Tapi ya kita tolak dengan baik aja, mereka juga ngerti," tutur Siti Fatimah, salah satu pembeli di Blok A Pasar Tanah Abang.
ADVERTISEMENT
Meski jarang memakai jasa porter, namun Siti menyebut kehadiran porter masih sangat diperlukan. Apalagi, kebanyakan pembeli di Pasar Tanah Abang adalah kaum perempuan, khususnya ibu-ibu, yang tenaganya terbatas.
"Kalau enggak ada porter kasian juga ibu-ibu mesti angkut sendiri, geser-geser sendiri, berat juga. Jadi ya sama-sama membantulah," tambahnya.