Prabowo Bicara soal Uang Rp 11.000 T dan 1998 Bukan Krisis Ekonomi

4 Maret 2019 10:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan pendapatnya saat mengikuti debat capres 2019 putaran kedua di Hotel Sultan. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan pendapatnya saat mengikuti debat capres 2019 putaran kedua di Hotel Sultan. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto kembali menyinggung soal aliran dana Indonesia yang mengalir ke luar negeri. Prabowo menyoroti tanggapan Jokowi soal adanya Rp 11 ribu triliun yang ada di uar negeri. Prabowo menjelaskan, bahwa data itu ia terima dari Pemerintahan Jokowi sendiri.
ADVERTISEMENT
"Menteri Keuangan pada pemerintahan Jokowi menyatakan kekayaan warga Indonesia ada sekian triliun. Karena itulah pemerintah Jokowi mengadakan tax amnesty. Saya sudah menemukan data 1998 dan dibenarkan pemerintah sekarang," ujar Prabowo saat berpidato di acara Aliansi Pencerah Indonesia (API) yang merupakan eksponen Muhammadiyah di Hotel Sahid, Jakarta Pusat, Minggu (3/3).
Ketum Gerindra ini mengaku heran karena pernyataan Menkeu Jokowi malah dibantah sendiri oleh Jokowi.
“Justru sekarang malah dibantah. Apakah penasihatnya diganti atau bagaimana?" ujar Prabowo.
Sebelumnya, saat pidato kebangsaan di acara 'Prabowo Menyapa' di Grand Pacific Hall, Sleman, DIY, Rabu (27/2), Prabowo menyoroti banyaknya uang WNI di luar negeri. Jumlah melebihi Rp 11 ribu triliun.
“Uang Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri jumlahnya lebih dari Rp 11.000 triliun. Jumlah uang di bank-bank, di seluruh bank di dalam negeri jumlahnya Rp 5.400 triliun berarti dua kali kekayaan Indonesia ada di luar negeri," kata Prabowo.
ADVERTISEMENT
Pernyataan ini yang kemudian dibantah Jokowi. Menurut Jokowi, pihak Prabowo harus membuktikan pernyataan tersebut dengan menunjukkan data.
Di kesempatan berbeda, Prabowo Subianto kembali membeberkan temuannya soal kondisi ekonomi Indonesia pada 1997-1998. Menurut dia, pada periode tersebut ekonomi Indonesia sebenarnya tidak krisis.
Reformasi Tahun 1998. Foto: Dok. Muhammad Firman Hidayatullah
Prabowo menjelaskan, beberapa indikator ekonomi Indonesia saat itu justru menunjukkan kondisi sehat. Kondisi di 1998 tersebut menurut Prabowo disebabkan kekayaan Indonesia yang terus mengalir ke luar negeri.
"Itu yang saya lihat, makanya tahun 98 temukan fenomena ini. Ternyata kekayaan kita terus mengalir ke luar. 1998-1999 saya dapat pencerahan, dibilang ada krisis ekonomi, tapi saya lihat angka-angka tidak ada krisis. Bisa dilihat di paradok Indonesia," kata Prabowo saat berpidato di acara Aliansi Pencerah Indonesia (API) yang merupakan eksponen Muhammadiyah di Hotel Sahid, Jakarta Pusat, Minggu (3/3).
ADVERTISEMENT
Ada dua indikator yang dilihat oleh Prabowo. Pertama soal neraca perdagangan. Menurut Prabowo, jika dilihat neraca perdagangan Indonesia sejak periode 1997, terus terjadi surplus. Pada 1997 perdagangan surplus USD 12 miliar, kemudian pada 1998 surplus USD 21 miliar, 1997 senilai USD 24 miliar.
"Tapi kenapa disebut ada krisis ekonomi? Kenapa rupiah hancur? Kenapa minyak goreng enggak ada? Kenapa? Dan saudara, ekonomi kita sehat. Ini buktinya, ini namanya empiris, kalau nanti ada diminta mana buktinya, nanti undang Prabowo ceramah. Ini saya pertanggungjawabkan," katanya.
Indikator kedua yaitu cadangan devisa. Jika dilihat, menurutnya seharusnya cadangan devisa Indonesia berada USD 350 miliar. Namun kenyataannya saat ini cadangan devisa berada di USD 100 miliar. Adapun berdasarkan data Bank Indonesia, hingga Januari 2019 cadangan devisa mencapai USD 120 miliar.
ADVERTISEMENT
“Tetapi kenyataannya hanya ada USD 100 miliar, Jadi USD 200 miliar kekayaan kita kemana? Inilah yang akhirnya, tokoh pemerintah sekarang mengatakan kekekayaan kita berada di luar negeri, sekian belas ribu triliun. Saya sudah hitung dengan cara lain, kebocoran kita ada Rp 1.000 triliun tiap tahun. Ini pasti heboh lagi besok," ujarnya.
Prabowo berjanji jika dia terpilih akan membuktikan soal kebocoran tersebut. Sekarang, kata dia, merupakan tugas dari eksekutif untuk menghentikan kebocoran anggaran tersebut.
Lantas, apakah tudingan Prabowo soal uang WNI di luar negeri dan tak ada krisis ekonomi 1998 tersebut benar?
Pemerintah Benarkan soal Harta WNI Rp 11.000 Triliun di Luar Negeri
Berdasarkan penelusuran kumparan, angka Rp 11.000 triliun itu berasal dari pemerintah sendiri. Pada 2016 saat mendorong tax amnesty, Bambang Brodjonegoro yang saat itu masih menjadi Menteri Keuangan di Kabinet Kerja menyatakan bahwa potensi aset WNI yang disimpan di luar negeri mencapai lebih dari Rp 11.000 triliun.
ADVERTISEMENT
"Saya bicara potensinya, melihat potensinya seperti itu. Tadi kan sempat disebut bahwa GDP kita Rp 11.000 triliun, tepatnya Rp 11.400 triliun. Nah dari perhitungan kasar kami, potensinya uang Indonesia di luar negeri, maka saya sebut lebih besar dari GDP kita, jadi lebih dari Rp 11.400 triliun (setara USD 876 miliar dengan kurs Rp 13.000 per dolar AS)," ungkap Bambang pada 4 Mei 2016.
Jokowi Tinjau Pelabuhan Nabire Foto: Dok. Biro Pers Setpres
Jokowi pun pernah membenarkan data tersebut. Dikutip dari setkab.go.id, Jokowi menyatakan bahwa ternyata uang bangsa Indonesia yang berada di bawah bantal, di bawah kasur, dan yang disimpan di luar negeri masih banyak sekali. Data yang ada di kementerian ada kurang lebih Rp 11.000 triliun.
“Datanya saya ada di kantong saya ada. Yang hadir di sini saya hafal satu, dua masih nyimpan di sana, masih. Wong namanya ada di kantong saya,” kata Jokowi saat menghadiri acara sosialisasi program pengampunan pajak atau tax amnesty, di Hotel Clarion, Makassar, 25 November 2016.
ADVERTISEMENT
Tahun 1998 Murni Krisis Ekonomi
kumparan memasukkan indikator tingkat inflasi, pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan nilai tukar mata uang. Indikator ini umum dipakai sebagai penilaian kondisi makroekonomi sebuah negara, termasuk Indonesia.
Hasilnya, rupiah melemah tajam, kemudian disusul dengan inflasi melambung tinggi dan pertumbuhan ekonomi negatif. Belum lagi angka kredit macet (NPL) juga tinggi.
Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia (BI), Doddy Zulverdi membenarkan bila tahun 1998 adalah krisis. Pernyataan ini disampaikan saat ramai-ramai isu tentang krisis ekonomi 1998 sama dengan 2018.
"Tahun 1998 berapa inflasinya? 78,2 persen, sementara sekarang hanya 3,2 persen. Tahun 1998 berapa cadangan devisanya? USD 23,62 miliar, sementara sekarang USD 118,3 miliar. Tahun 1998 berapa tingkat kredit macet? lebih dari 30 persen, sekarang hanya 2,7 persen dan trennya terus turun, dan lain sebagainya. Yang jelas, tahun ini lebih baik daripada tahun 1998. Jadi, ironis jika ada yang bilang tahun ini kita krisis seperti tahun 1998," kata Doddy dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema "Bersatu untuk Rupiah", bertempat di Ruang Serba Guna Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (10/9).
Perbedaan Krisis 97-98 dan Kondisi Ekonomi Saat Ini Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan
ADVERTISEMENT