Prabowo Minta Indonesia Belajar dari China untuk Bangkitkan Industri

14 Januari 2019 22:26 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prabowo Subianto (kiri) dan Sandiaga Uno (kanan) saat berada di JCC dalam acara pidato kebangsaan Prabowo, Senayan, Jakarta, pada Senin (14/1). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan )
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo Subianto (kiri) dan Sandiaga Uno (kanan) saat berada di JCC dalam acara pidato kebangsaan Prabowo, Senayan, Jakarta, pada Senin (14/1). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan )
ADVERTISEMENT
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan pidato kebangsaan di hadapan para simpatisannya. Dalam pidatonya, dia menyebutkan bahwa Indonesia tengah berada dalam masa deindustrialisasi.
ADVERTISEMENT
Prabowo menyebut kondisi ini membuat Indonesia tertinggal dari negara-negara lain seperti China, karena negera tersebut berhasil keluar dari pertumbuhan industri yang mandek.
“Kalau negara bangkit, Tiongkok dalam 40 tahun ia menghilangkan kemiskinan, India bangkit. Tapi, para pakar mengatakan di Indonesia sedang terjadi deindustrialisasi. Bukan industrialisasi tapi deindustrialisasi,” kata dia di JCC, Senayan, Jakarta, Senin (14/1).
Karena itu, jika terpilih sebagai Presiden RI 2019-2024, dia ingin mengubah Indonesia sebagai negara industri yang hidup, tidak seperti saat ini. Salah satu cara yang diambil Prabowo nantinya adalah dengan belajar dari negara-negara maju.
Prabowo meminta agar Indonesia sebagai bangsa tidak boleh puas diri dengan kelakuan para pejabat elitnya saat ini. Dengan terbuka dan belajar dari negara luar akan memberi masukan yang bagus.
ADVERTISEMENT
“Kita akan berubah. Kita akan meneruskan industrialisasi di Indonesia. Kita akan belajar dari Tiongkok, Korea Selatan, dan Vietnam. Jangan puas diri dengan kelakuan elit kita sendiri di sini,” jelasnya.
Keterbukaan terhadap dunia lain ini penting bagi Prabowo. Sebab, Indonesia harus segera menyelamatkan beberapa perusahaan negara yang merugi. Di antara BUMN yang disorot Prabowo adalah PT Krakatau Steel Tbk dan PT Pertamina (Persero).
Prabowo Subianto saat di JCC, Senayan, Jakarta, pada Senin (14/1/2019). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo Subianto saat di JCC, Senayan, Jakarta, pada Senin (14/1/2019). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
“Kita harus terbuka. Mereka tidak boleh hancur. Tidak boleh rugi. Kita akan terbuka dan ingin belajar dari bangsa lain, bermitra, tapi, kita tidak ingin berada dalam piramida paling bawah,” ucapnya.
Pemerintah sendiri sebelumnya mengakui jika Indonesia tengah menghadapi masa deindustrialisasi. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia atau Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan deindustrialisasi terjadi setelah Indonesia melewati masa krisis 1998.
ADVERTISEMENT
Kala itu, dia menyebutkan kemunculan kelapa sawit dan batu bara sebagai komoditas yang membuat ekonomi Indonesia tumbuh lagi. Saat itu, China dan India haus energi karena sedang tumbuh dan butuh batu bara dari Indoensia. Tapi, ungkap Bambang, Indonesia terbuai oleh tren ini sehingga industrialisasi tidak dihidupkan lagi.
Hingga saat ini, Indonesia belum berhasil melakukan re-industrialisasi. Keberadannya ada tapi prematur karena kontribusi manufaktur terhadap PDB hanya 20 persen.
“Memang masih paling besar ketimbang sektor lain tapi coba kita lihat, pertumbuhan sektor manufaktur migas dan nonmigas itu pertumbuhannya tidak pernah di atas pertumbuhan ekonomi. Kita punya hambatan, kita belum optimal dari 5,3 persen dan harus ada kebangkitan jasa dan manufaktur. Kuncinya adalah pertumbuhan ekonomi dengan nilai tambah,” kata Bambang dalam diskusi alumni ITB di Energy Building, Jakarta, November tahun lalu.
ADVERTISEMENT