news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pro Kontra Wacana Ditjen Pajak Lepas dari Kemenkeu

23 Maret 2019 10:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Ditjen Pajak Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Ditjen Pajak Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah dan DPR RI masih menggodok Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
ADVERTISEMENT
Revisi beleid tersebut akan mengatur transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menjadi sebuah lembaga. Sedangkan Dirjen Pajak akan diganti menjadi Kepala Lembaga.
Transformasi tersebut juga akan memisahkan Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui pembentukan lembaga baru.
Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun menilai, saat ini Ditjen Pajak juga tengah menghadapi tantangan yang tak mudah dalam menjalani reformasi struktural. Adanya rencana pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu juga semakin memberatkan otoritas pajak tersebut.
"Jadi sebenarnya tantangan paling berat bagi Ditjen Pajak seberapa gigih dan seberapa kuat untuk memisahkan diri dari Kemenkeu. Namun ini bukan pemisahan yang melanggar undang-undang karena separasi dalam makna positif," ujar Misbakhun kepada kumparan, Sabtu (23/3).
Meski demikian, pihaknya optimistis dengan keberadaan badan penerimaan pajak yang independen. Sebab, badan khusus pajak itu akan lebih leluasa dan fleksibel menentukan kebijakan, rekrutmen pegawai, ataupun menata regulasi perpajakan.
ADVERTISEMENT
“Dengan fleksibilitas itu pula bisa membangun sistem agar memadai dengan cost of tax collections," katanya.
Sementara itu, rencana pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu menuai kontra dari kalangan pengusaha. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menuturkan, lembaga baru nantinya hanya akan dipolitisasi dan justru menimbulkan kekuasaan yang berlebih.
"Kami berharap Ditjen Pajak tidak dibuat jadi lembaga baru karena kami tidak setuju. Lembaga independen yang sudah-sudah ada justru sering dipolitisasi dan menjadi overpower," kata Hariyadi.
Dia pun mengkhawatirkan adanya ketidakpastian baru akibat pemisahan otoritas pajak dari Kemenkeu yang dapat menghambat usaha. Adapun tertundanya pembahasan RUU KUP ini dinilai dapat dimanfaatkan untuk menyamakan visi mengenai ekonomi digital.
"Tertundanya pembahasan RUU KUP mesti dimanfaatkan untuk menyamakan visi mengenai perpajakan di bidang ekonomi digital," jelasnya.
Hariyadi Sukamdani. Foto: Nadia Jovita/kumparan
Direktur Eksekutif Center of Indonesian Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, ada alternatif penamaan lembaga independen untuk pajak, yaitu Badan Pemeriksa Perpajakan (BPP), akan berada langsung di bawah presiden. Menteri Keuangan hanya bertindak sebagai Dewan Pengawas lembaga tersebut.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Kepala BPP nantinya tetap wajib melapor ke Menteri Keuangan dan Menteri Keuangan akan mengkoordinasi sisi penerimaan dan pengeluaran.
"Catatan krisis saya pembentukan BPP perlu diikuti peta jalan lain yang jelas, sehingga menjamin efektivitas lembaga baru dalam pemungutan pajak," Yustinus menambahkan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara sebelumnya menyatakan, pihaknya masih menunggu panggilan dari DPR RI untuk membahas revisi UU KUP tersebut. Menurutnya, Kemenkeu akan mempertahankan format operasional dan kebijakan yang selama ini berjalan.
"Dengan operasional dijalankan oleh Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai, sedangkan format kebijakan salah satunya oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Formatnya akan terus seperti itu," jelasnya.