Rancangan Aturan Perpanjangan Izin Tambang Dinilai Langgar UU Minerba

13 November 2018 13:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proses dumping tambang batubara. (Foto: Sigid Kurniawan/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Proses dumping tambang batubara. (Foto: Sigid Kurniawan/Antara)
ADVERTISEMENT
Pemerintah saat ini sedang menyiapkan Perubahan Keenam Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP No. 23/2010). Perubahan PP ini diperlukan, terkait akan habisnya Perjanjian Kontrak Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sejumlah perusahaan tambang batu bara dalam waktu dekat.
ADVERTISEMENT
Saat ini, ada 8 perusahaan pemegang PKP2B Generasi I yang akan habis kontraknya, yaitu PT Tanito Harum (2019), PT Arutmin Indonesia (2020), PT Kendilo Coal Indonesia (2021), PT Kaltim Prima Coal (2021), PT Adaro Energy Tbk (2022), PT Multi Harapan Utama (2022), PT Kideco Jaya Agung (2023), dan PT Berau Coal (2025).
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, menilai bahwa rancangan PP ini berpotensi melanggar Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Sebab, dalam Pasal 112 angka 2 rancangan PP ini disebutkan bahwa perpanjangan diberikan tanpa proses lelang. Padahal dalam Pasal 75 UU Minerba disebutkan bahwa Wilayah IUPK diprioritaskan kepada BUMN dan BUMD. Swasta juga bisa memperolehnya melalui proses lelang.
ADVERTISEMENT
"Perubahan itu berpotensi melanggar Undang Undang Minerba. Pasal 75 UU Minerba jelas disebutkan untuk WIUPK diprioritaskan kepada BUMN dan BUMD, namun kepada badan swasta harus melalui proses lelang, sehingga rencana perubahan keenam PP 23 tahun 2010 kalau perubahan PKP2B ke IUPK dalam luasan yang sama tanpa proses tender, maka Menteri telah nyata melanggar UU Minerba. Peraturan di bawah tidak boleh bertentangan dengan UU di atasnya," kata Yusri kepada kumparan, Selasa (13/11).
Dalam draft yang diterima kumparan, terdapat revisi pada Pasal 112 B angka 2. Dengan revisi tersebut, perusahaan pemegang PKP2B dapat mengajukan permohonan perpanjangan disertai dengan permohonan untuk melakukan perubahan bentuk pengusahaan dari PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi kepada Menteri paling cepat 5 tahun sebelum PKP2B berakhir.
ADVERTISEMENT
Artinya, perusahaan pemegang PKP2B yang kontraknya habis pada 2019-2023 sudah bisa meminta perpanjangan dengan beralih dari PKP2B ke IUPK Operasi Produksi. Sebelumnya dalam Perubahan Ketiga Atas PP No. 23/2010, yaitu PP No. 77/2014, perpanjangan PKP2B baru dapat diberikan paling cepat 2 tahun sebelum berakhirnya kontrak.
Warga memancing ikan di sekitar kapal tongkang pengangkut batu bara di kawasan perairan Tanjung Emas. (Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan)
zoom-in-whitePerbesar
Warga memancing ikan di sekitar kapal tongkang pengangkut batu bara di kawasan perairan Tanjung Emas. (Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan)
Yusri mendorong agar pemerintah tak memperpanjang PKP2B dan menyerahkan WIUPK kepada BUMN serta BUMD. "Semestinya pemerintah membuat kebijakan untuk kepentingan nasional jangka panjang bahwa untuk semua kontrak PKP2B yang akan berakhir kontraknya, maka lebih baik terhadap potensi yang masih tersisa untuk diserahkan kepada BUMN Tambang sebagai pengelolaannya dengan memberi porsi 10 persen PI (Participating Interest) kepada BUMD daerah tambang," ujarnya.
Ia menambahkan, PLN membutuhkan jaminan pasokan batu bara untuk PLTU. Di 2016, kebutuhan batu bara PLN naik 2 kali lipat. Jika tambang-tambang batu bara lebih banyak dikuasai swasta, Yusri khawatir kebutuhan PLN tak tercukupi.
ADVERTISEMENT
"Faktanya hampir 60 persen pembangkit listrik PLN dan industri lainnya menggunakan energi primer batu bara sering mengalami kesulitan mendapat pasokannya ketika harga batu bara melambung tinggi. Apabila semua PLTU dalam proyek 35.000 MW selesai dibangun tuntas, diperkirakan pada tahun 2026 kebutuhan batu bara PLN setiap tahunnya sekitar 180 juta MT," tutupnya.