Reforminer Institute: BBM Premium Harusnya Dijual Rp 8.500 per Liter

14 September 2018 10:19 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas harus berhati-hati dan selalu waspada. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas harus berhati-hati dan selalu waspada. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah memutuskan bahwa harga BBM jenis Premium dan Solar tidak akan naik hingga 2019. Sejak April 2016 sampai sekarang, harga Premium Rp 6.450 per liter dan Solar Rp 5.150 per liter.
ADVERTISEMENT
Reforminer Institute mengingatkan, pemerintah perlu berhati-hati dengan kebijakan BBM murah. Di satu sisi, kebijakan BBM murah baik untuk menjaga daya beli masyarakat, tapi di sisi lain menimbulkan beban fiskal karena berdasarkan UU Keuangan Negara selisih harga penetapan dan harga keekonomian harus dibayar oleh pemerintah.
Harga minyak dan nilai tukar rupiah tercatat sudah cukup jauh dari asumsi APBN 2018. Rata-rata harga minyak pada Agustus 2018 mencapai USD 72,44 per barel, sementara asumsi di APBN 2018 hanya USD 48 per barel.
Nilai tukar rupiah selama Agustus tercatat sebesar Rp 14.560 per dolar AS. Sementara asumsi APBN 2018 hanya Rp 13.400 per dolar AS.
"Dengan menggunakan asumsi rata-rata harga minyak dan nilai tukar selama Agustus 2018, PPN 10 persen, PBBKB 5 persen, biaya kilang, biaya distribusi, margin badan usaha, dan margin SPBU 10 persen, kisaran harga keekonomian Premium sudah Rp 8.500 per liter," ujar Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Jumat (14/9).
ADVERTISEMENT
Sedangkan harga keekonomian Solar diperkirakan Komaidi sudah mencapai Rp 8.300 per liter. Adapun harga keekonomian minyak tanah Rp 11.300 per liter.
Ilustrasi SPBU Pertamina (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi SPBU Pertamina (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Ia menambahkan, berdasarkan volume Solar dan minyak tanah yang ditetapkan dalam APBN 2019 dan konsumsi Premium 2019 diasumsikan sama dengan 2018, pada 2019 mendatang terdapat tambahan beban fiskal sekitar Rp 45 triliun yang harus dialokasikan untuk menutup selisih harga BBM.
"Jika pemerintah menahan harga BBM Subsidi dan BBM Khusus Penugasan untuk melindungi daya beli masyarakat, hal tersebut baik tetapi terdapat konsekuensi fiskal dari kebijakan tersebut," tutupnya.