Rencana Bangun Pabrik Belum Direstui Duterte, Mayora Terus Melobi

20 Maret 2019 19:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
 Presiden Filipina Rodrigo Duterte Foto: AFP/Ted Aljibe
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Filipina Rodrigo Duterte Foto: AFP/Ted Aljibe
ADVERTISEMENT
Berbagai upaya dilakukan Indonesia untuk meredam ancaman perang dagang dari Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Salah satunya dengan menawarkan rencana pembangunan pabrik di Filipina. Rencana ini digarap oleh PT Mayora Indah Tbk, produsen berbagai produk makanan dan minuman asal Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sejak Agustus 2018 lalu, Filipina menerapkan special safeguard (SSG) untuk mempersulit masuknya minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan kopi saset dari Indonesia.
Namun, tawaran dari Indonesia ini belum dapat diterima pemerintah Filipina. Dikutip The Philipine Star, Wakil Menteri Pertanian Filipina Segfredo Serrano mengatakan, langkah Indonesia tidak sesuai dengan aturan hukum di negaranya. Urusan investasi dan perdagangan tidak bisa dicampur aduk.
Menanggapi hal itu, Global Marketing Director PT Mayora Indah Tbk Ricky Afrianto mengatakan, pihaknya masih terus melakukan lobi-lobi dengan pemerintahan Duterte. Diharapkan ekspor kopi saset Indonesia tak dihambat
“Saat ini kita dalam tahap nego,” ujarnya ketika dikonfirmasi kumparan, Rabu (20/3).
Sebelumnya diberitakan, Mayora berencana ekspansi dengan membangun pabrik di Filipina. Direktur Utama Mayora, Andre Sukendra Atmadja, mengatakan rencana pembangunan pabrik tersebut merupakan salah satu hasil keputusan dari perundingan antara Indonesia dan Filipina.
ADVERTISEMENT
"Iya, kemarin kan pemerintah Indonesia lakukan perundingan dengan Filipina, dan kita setuju akan melakukan investasi dengan bangun pabrik di sana," kata Andre.
Dana yang dikeluarkan Mayora untuk investasi pabrik di Filipina sebesar USD 50 juta-USD 75 juta.
Indonesia mengekspor produk pertanian terutama CPO senilai USD 1 miliar ke Filipina. Sedangkan produk pertanian Filipina yang diekspor ke Indonesia hanya USD 50 juta.
Pemerintah Filipina menilai defisit neraca perdagangan negaranya terjadi salah satunya karena membanjirnya CPO dari Indonesia. Ekspor CPO Indonesia ke Filipina tercatat terus meningkat dari 20 ribu ton pada tahun 2015 menjadi 260 ribu ton pada tahun 2017.