news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

RI Butuh 113 Juta Pekerja Terampil hingga 2030, Sekarang Sudah Berapa?

4 Juli 2019 13:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pendidikan Vokasi di Era Digital Foto: Glenn Carstens-Peters
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pendidikan Vokasi di Era Digital Foto: Glenn Carstens-Peters
ADVERTISEMENT
Indonesia diprediksi bakal menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke-6 dunia pada 2030. Syaratnya, Indonesia harus bisa mencetak 113 juta tenaga kerja dengan keterampilan baik dalam waktu 10 tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
Untuk bisa mengejar itu, Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas) Kementerian Ketenagakerjaan Bambang Satria Lelono mengatakan, Indonesia perlu mencetak rata-rata 3,7 juta tenaga kerja terampil per tahunnya. Hingga 2015, kata dia, jumlah tenaga kerja yang berhasil dicetak sekitar 57 juta orang.
Sementara tahun ini, kementeriannya baru bisa mencetak 526 ribu tenaga kerja terampil atau 14,2 persen dari target yang harus dicapai. Bambang mengatakan, bukan hanya Kemnaker yang harus mengejar target 3,7 juta pekerja terampil per tahun. Lembaga lain dan pelaku industri juga harus ikut mencetak pekerja terampil.
"Indonesia butuh 3,7 juta tenaga kerja terampil, bukan hanya Kemnaker saja tapi seluruh komponen negara ini harus keroyokan menciptakan tenaga kerja terampil. Ada politeknik, SMK, BLK, hingga lembaga pelatihan swasta," kata Bambang dalam acara bersama Yayasan Plan Internasional di Gedung Kemnaker, Jakarta, Kamis (4/7).
ADVERTISEMENT
Adapun dari 526 ribu tenaga kerja terampil yang dicetak Kemnaker, sebanyak 227 ribu orang dilatih melalui Balai Latihan Kerja (BLK). Ini merupakan program kementerian yang memberikan pelatihan berbagai keterampilan untuk masyarakat banyak, tanpa batasan usia.
Di Indonesia, ada 305 BLK yang sudah dibangun Kemnaker. Bambang mengatakan, peran swasta untuk ikut melakukan pelatihan sangat diperlukan, seperti pelatihan vokasi.
Pemerintah sendiri saat ini tengah menggodok aturan pemberian insentif berupa Super Tax Deduction kepada pelaku industri yang mau membangun pelatihan vokasi. Insentif ini diberikan hingga 20 persen.
"Sebentar lagi aturannya keluar. Masih digodok oleh Kementerian Keuangan," ucap Bambang.
Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas) Kementerian Ketenagakerjaan, Bambang Satria Lelono. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Sembari menunggu aturan itu keluar, Kemnaker bekerja sama dengan Yayasan Plan Internasional (YPI) Indonesia mengembangkan sistem digital dalam pembelajaran di vokasi. Dalam sistem ini, nantinya teori yang dibutuhkan dalam vokasi yang porsinya 30 persen bisa dipelajari secara online melalui platform kitakerja.id.
ADVERTISEMENT
Adapun kurikulum dalam bahan atau modul itu dibuat bersama antara pemerintah, pelaku industri, dan YPI. Dengan adanya sistem seperti ini, teori-teori yang diberikan saat pelatihan vokasi bisa diberikan dalam waktu lebih singkat.
Sementara pelatihan vokasi yang berupa praktek, kata Bambang, tetap dilaksanakan secara offline atau tatap muka. Para peserta vokasi tetap harus melatih keterampilan di dalam workhsop yang disediakan oleh pemerintah atau pelaku industri.
"Ini adalah pelatihan vokasi, jadi tidak 100 persen digital. Untuk pengenalannya teori-teori bisa digital, tapi mereka harus tetap praktek di workshop," kata Bambang.
Direktur Eksekutif YPI Dini Widiastuti mengatakan, nantinya program vokasi pemerintah terintegrasi dengan platform kitakerja.id yang dibuat yayasan mereka. Di dalamnya, para peserta bisa log in dan mendapatkan banyak pengalaman belajar secara online, termasuk mendapatkan modul-modul keterampilan.
ADVERTISEMENT
"Kita ingin aksesnya lebih besar lagi, jadi enggak perlu secara fisik. Anak-anak muda ini bisa pelajari modulnya, akses pekerjaan yang cocok. Kita ada target bisa diakses 10 ribu (tenaga kerja) platform ini. Kita ingin anak muda jadi champion dan menyebarkan ini semua," papar dia.