Rizal Ramli: Impor Pangan Ugal-ugalan Merugikan Petani
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) gagal mewujudkan kedaulatan pangan dan kedaulatan keuangan.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan, di era Jokowi ini justru terjadi impor ugal-ugalan yang sangat merugikan petani. Sehingga, kedaulatan pangan gagal tercapai.
"Boro-boro kedaulatan pangan tercapai, yang terjadi justru impor ugal-ugalan yang sangat merugikan petani," ujar Rizal Ramli di kediamannya Jalan Tebet Timut Dalam IV, Tebet, Jakarta, Senin (25/2).
Tidak hanya itu, dia juga menganggap utang tak terkendali di era Jokowi. "Boro-boro kedaulatan keuangan tercapai, yang terjadi justru utang yang semakin besar, dengan yield yang merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Pasifik," ucapnya.
Dia juga menjelaskan, risiko makro ekonomi Indonesia meningkat selama dua tahun terakhir dalam bentuk defisit neraca perdagangan dan desifit transaksi berjalan.
"Defisit neraca perdagangan minus USD 8,57 miliar pada 2018 dan defisit transaksi berjalan minus USD 9,1 miliar di kuartal keempat di 2018. Defisit transaksi berjalan 2018 adalah yang terburuk selama 4,5 tahun terakhir," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dia juga menyinggung soal pengurangan angka kemiskinan di era Jokowi merupakan yang terendah sejak reformasi. Dia menyebut, Jokowi hanya mampu mengurangi 450 ribu orang miskin per tahun.
"Bandingkan dengan era Presiden Gus Dur yang berhasil menurunkan angka kemiskinan 5,05 juta orang per tahun. Habibie 1,5 juta per tahun, Mega 570 ribu orang per tahun, dan SBY 840 ribu orang per tahun," terangnya.
Dia menyebut, minimnya penurunan angka kemiskinan di pemerintahan Jokowi terjadi karena kebijakan impor yang ugal-ugalan dan penghapusan subsidi listrik.
"Terutama karena kebijakan impor ugal-ugalan dan penghapusan subsidi listrik 450 VA dan 900 VA. Tambahan pula risiko makro ekonomi semakin meningkat 2 tahun terakhir," jelasnya.
Dia berpendapat, kegagalan Jokowi mencapai kedaulatan pangan dan kedaulatan keuangan terjadi karena tidak adanya konstestasi antara tujuan, strategi, kebijakan, dan personalia. "Tujuan untuk swasembada pangan dikhianati dengan kebijakan impor ugal-ugalan dan penunjukan pejabat yang doyan rente (rent seekers)," ujarnya.
ADVERTISEMENT