Rokok Kretek Semakin Tergerus Zaman

25 Juli 2018 19:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penjual rokok di Jakarta. (Foto: Reuters/Beawiharta)
zoom-in-whitePerbesar
Penjual rokok di Jakarta. (Foto: Reuters/Beawiharta)
ADVERTISEMENT
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mencatat, jumlah produksi rokok kretek tangan atau Sigaret Kretek Tangan (SKT) dalam negeri terus mengalami penurunan. Dalam 5 tahun terakhir (2013-2017), produksi SKT turun sebesar 22,63 persen.
ADVERTISEMENT
Begitu pun dengan pangsa pasar SKT yang terus menurun. INDEF mencatat, perkembangan pangsa pasar produksi SKT telah terjadi penurunan 29 persen pada 2012 terhadap total Industri Hasil Tembakau (IHT). Lalu pada 2017, angkanya turun lagi menjadi hanya 18 persen.
Direktur Ekskutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan, penurunan produksi terjadi lantaran adanya perubahan selera konsumen, baik karena tren atau pun regulasi yang langsung ke hilir. Misalnya saja pembatasan ruang rokok.
“Kami melakukan hipotesis misalnya karena perubahan selera konsumen. Di kalangan anak muda, kretek dianggap rokok orang tua. Dan hasil riset kami menunjukkan perubahan selera itu ada,” kata Enni usai diskusi media “Menyelamatkan Industri dan Pekerja Rokok” di Gado-gado Boplo, Jakarta, Rabu (25/6).
ADVERTISEMENT
Penyebab lain, lanjutnya, karena ada perkembangan teknologi mesin pembuat rokok yang semakin canggih misalnya pada Sigaret Kretek Mesin (SKM) atau Sigaret Putih Mesin. Beda dengan SKT yang masih produksi manual menggunakan tangan pekerja.
“Masih terdapat regulasi yang memberatkan IHT tingkat menengah ke bawah. Ini juga menjadi penyebab,” tambah Enny.
Ilustrasi pekerja rokok.  (Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pekerja rokok. (Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho)
Padahal, keberlangsungan IHT di segmen SKT harus dilindungi karena menyerap banyak tenaga kerja, khususnya di Indonesia. Sebab, kretek tembakau hanya ada di Indonesia dan menjadi warisan budaya. Dengan begitu, negara perlu membuat aturan secara komprehensif dalam UU Tembakau.
Sebagai contoh adalah soal cukai. Menurut dia, selama ini kebijakan pemerintah membuat bingung para pengusaha sebab cukai rokok menjadi salah satu penerimaan negara. Padahal keberadaan cukai rokok untuk menekan produksi rokok.
ADVERTISEMENT
Enny memang mengakui, industri rokok memang high regulated karena keberlangsungan sangat dekat dengan kebijakan. Kata dia, satu batang rokok itu terikat 80 regulasi. Jadi peran tembakau itu cuma 20 persen.
“Pertanyaannya sekarang pemerintah masih posisikan ini di industri apa? Kalau pemerintah berharap ini di industri haram, sudah selesaikan semua, jangan ada penerimaan negara dari cukai rokok. Tapi kalau bilang haram juga berharap bisa dapat penerimaan cukai, bagaimana? Cukai rokok ini jadi penerimaan negara terbesar ketiga dalam APBN,” bebernya.
Enny merinci, pada 2013, produksi rokok kretek mencapai 87,8 miliar batang dengan jumlah pabrik sebanyak 610 unit. Pada 2014, produksi turun menjadi 74,4 miliar batang dan jumlah pabrik hanya 535 unit. Lalu pada 2015, produksinya turun lagi menjadi 72,7 miliar batang dan jumlah pabrik 503 unit.
ADVERTISEMENT
“Pada 2016 turun lagi jadi produksi 70,8 miliar batang dan pabrik 559 unit. Pada 2017 anjlok jadi hanya 68 miliar batang dan 590 pabrik. Rata-rata pertumbuhan produksi minus 5 dan jumlah pabrik juga minus 5,” bebernya.