Rugi Terus, 4 BUMN Ini Terancam Bangkrut

16 Juli 2018 18:44 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kantor Kementerian BUMN di Medan Merdeka Selatan. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Kementerian BUMN di Medan Merdeka Selatan. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kementerian BUMN menyebut ada 4 BUMN yang mengalami technically bankrupt atau bangkrut secara teknis. Keempatnya adalah PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Kertas Kraft Aceh (KKA), PT Industri Gelas (Iglas), dan PT Kertas Leces.
ADVERTISEMENT
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan, keempat BUMN itu saat ini tengah menjadi prioritasnya untuk diselamatkan dan dibantu oleh PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) (Persero). PT PPA merupakan BUMN yang fokus membenahi perusahaan negara yang mengalami kerugian terus-menerus.
“Empat itu sudah technically bankrupt. Merpati, Iglas, Kertas Leces, dan KKA. Technically open itu empat,” kata Aloy saat ditanya anggota Komisi VI DPR terkait BUMN mana saja yang dalam kondisi parah, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/7).
Dalam laporan PT PPA dan Kementerian BUMN tercatat, laporan keuangan masing-masing BUMN tersebut terus merugi. Untuk Merpati Nasional Airlines pada 2008 aset perusahaan Rp 999 miliar, beban utang Rp 2,8 triliun, ekuitas minus Rp 1,84 triliun, pendapatan Rp 2,3 triliun, dan laba bersih minus alias rugi Rp 641 miliar.
ADVERTISEMENT
Hingga 2017, kondisi keuangan Merpati, terdiri atas aset Rp 1,21 triliun, beban utang Rp 10,72 triliun, ekuitas minus Rp 9,51 triliun, pendapatan tidak ada karena sudah tidak beroperasi sejak 2014, dan laba bersih minus alias rugi Rp 737 miliar. Itu artinya, beban utang Merpati selama 10 tahun naik dari Rp 2,8 triliun menjadi Rp 10,72 triliun.
Deputi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Deputi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
Untuk Kertas Leces, pada 2012 asetnya Rp 1,13 triliun, beban utang Rp 1,75 triliun, ekuitas minus Rp 562,5 miliar, pendapatan Rp 42,5 miliar, dan rugi bersih Rp 96,6 miliar. Sementara pada 2017, asetnya menyusut menjadi Rp 720 miliar, beban utang Rp 1,34 triliun, ekuitas minus Rp 623 miliar, pendapatan hanya Rp 0,99 miliar, dan rugi bersih Rp 17,8 miliar.
ADVERTISEMENT
Lalu untuk Industri Gelas, pada 2008 asetnya hanya Rp 188,693 miliar, beban utang Rp 318,993 miliar, ekuitas minus Rp 130,300 miliar, pendapatan Rp 105,291 miliar, dan laba bersih minus alias rugi Rp 86,261 miliar. Pada 2017, asetnya susut menjadi Rp 119,869 miliar, beban utang Rp 1,097 triliun, ekuitas minus Rp 977,459 miliar, pendapatan Rp 824 juta, dan laba bersih minus alias rugi Rp 55,456 miliar.
Lalu untuk Kertas Kraft Aceh, pada 2009 asetnya Rp 411 miliar, beban utang Rp 691 miliar, ekuitas minus Rp 280 miliar, pendapatan tidak ada, dan rugi bersih Rp 155 miliar. Sementara pada 2017, asetnya menyusut menjadi Rp 781 miliar, beban utang Rp 1,70 triliun, ekuitas minus Rp 919 miliar, pendapatan hanya Rp 146 miliar, dan rugi bersih Rp 66 miliar.
ADVERTISEMENT
Untuk Merpati, meski punya beban besar, saat ini ada satu investor yang tertarik untuk menyuntikkan dana. Tapi dia enggan menyebutkan siapa perusahaan yang dimaksud.
“Kalau ada yang mau masuk saja udah bagus kan. Sekarang sudah naik equity-nya. Kita enggak mau lihat mayoritas atau minoritas, yang penting keinginan masuk dulu dan membuka bisnis model baru yang kreatif,” jelasnya.