Rupiah Diramal Bisa Menguat ke Rp 13.000 per Dolar AS

17 Januari 2019 13:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Direktur Schroders Indonesia Michael Tjandra Tjoajadi. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Direktur Schroders Indonesia Michael Tjandra Tjoajadi. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Nilai tukar rupiah diprediksi bisa kembali menyentuh Rp 13.000 per dolar AS hingga akhir tahun ini. Apalagi di tahun ini Indonesia akan menggelar Pemilihan Presiden (Pilpres 2019), ketidakpastian domestik bisa sedikit berkurang.
ADVERTISEMENT
Presiden Direktur Schroders Indonesia Michael Tjandra Tjoajadi menuturkan, penguatan rupiah tersebut disebabkan faktor domestik maupun global. Faktor domestik yakni akan adanya pemerintahan baru di Indonesia, sementara faktor global yakni masih melambatnya ekonomi AS, ketidakpastian kenaikan suku bunga AS, serta situasi Brexit.
"Hopefully bisa Rp 13.000-an. Iya bisa," ujar Michael di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis (17/1).
Dia melihat, meskipun pada saat ini rupiah melemah terhadap dolar AS, namun pelemahannya tak sedalam 2018. Pada tahun lalu, rupiah bahkan menyentuh Rp 15.000 per dolar AS.
Teller Bank Mandiri menunjukkan uang pecahan Dolar AS dan Rupiah di Bank Mandiri KCP Jakarta DPR, Senin (7/1/2019). Kurs Rupiah terhadap Dolar AS menguat 1,3 persen menjadi Rp14.080.  (Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
zoom-in-whitePerbesar
Teller Bank Mandiri menunjukkan uang pecahan Dolar AS dan Rupiah di Bank Mandiri KCP Jakarta DPR, Senin (7/1/2019). Kurs Rupiah terhadap Dolar AS menguat 1,3 persen menjadi Rp14.080. (Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Berdasarkan data Reuters siang ini, kurs rupiah berada di level Rp 14.155 per dolar AS, melemah dibandingkan pembukaan pagi tadi di level Rp 14.115 per dolar AS.
ADVERTISEMENT
"Kita lihat gimana tahun lalu rupiah sempet Rp 15.000, kemudian menguat sedikit lebih Rp 14.000 lagi, apakah akan terus menguat terus turun? Again, dia akan fluktuasi lihat Brexit memengaruhi, data perekonomian, geopolitik. Tapi enggak selama tahun lalu," jelasnya.
Namun demikian untuk faktor domestik, penguatan rupiah masih akan dipengaruhi oleh kabinet pada pemerintahan selanjutnya.
"Gimana kabinetnya tersusun, gimana visi misi perekonomian dari presiden yang terpilih. Masih banyak yang harus dijawab setelah Pilpres," tambahnya.