Saat Pedagang Nasi Padang dan Warteg Bicara soal Impor Beras

13 Januari 2018 20:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
RM Padang Kubang Indah, Pejaten. (Foto: Abdul Latif/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
RM Padang Kubang Indah, Pejaten. (Foto: Abdul Latif/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah kembali membuka keran impor beras ke Indonesia di awal 2018. Keputusan ini dibuat lantaran harga beras saat ini telah menyentuh Rp 12.000/kg untuk beras medium, padahal sebelumnya pemerintah telah menetapkan harga HET beras medium yaitu Rp 9.450/kg.
ADVERTISEMENT
Hal ini membuat sejumlah pedagang nasi melontarkan komentar terkait keputusan datangnya 500.000 ton beras ke Jakarta di akhir bulan ini. Buyung misalnya, salah satu pemilik Rumah Makan Padang ini menyayangkan keputusan pemerintah terkait impor beras di awal tahun ini.
“Padahal kita agraria kok bisa impor. Sidak, sidak, sidak emang kalau dia sidak harga turun paling turun sehari doang besoknya naik lagi, capek kita diayun-ayun mulu capek kita,” ujarnya kepada kumparan (kumparan.com) saat ditemui di RM Padang miliknya di daerah Pejaten, Jakarta Seatan, Sabtu (13/1).
Berbeda dengan Atuh, wanita penjual nasi warteg di sekitar Kemang, Jakarta Selatan. Saat ditanya soal kebijakan pemerintah impor beras sebanyak 500.000 ton dari Thailand dan Vietnam. Ia hanya mengatakan lebih menyukai beras lokal dan sudah sejak lama wartegnya menggunakan beras lokal.
ADVERTISEMENT
“Beras lokal, dari dulu aku pakenya beras itu terus, enggak ganti-ganti,” katanya.
Warteg Timbul Jaya Kemang Dalam (Foto:  Abdul Latif/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Warteg Timbul Jaya Kemang Dalam (Foto: Abdul Latif/kumparan)
Berbeda dengan Ahmad, salah satu pedagang nasi di daerah Kemang Selatan, Jakarta Selatan. Baginya, ia tetap menggunakan beras yang biasa ia pakai.
Meski demikian, ketiganya sepakat dalam menyiasati melonjaknya harga beras. Mereka lebih memilih untuk tidak mengurangi harga yang telah ditentukan maupun mengurangi porsi yang biasa mereka tawarkan.
“Ya kan biasa keuntungannya kan sehari misal 10 karena ini barang mahal jadi kita keuntungan cuman 7 jadi risiko yang nanggung kita,” kata Buyung.
Saat ini, mereka berharap, pemerintah mampu mengembalikan harga beras stabil. Sebab, mereka merasakan langsung dampak kenaikan beras ini.
“Sekarang kan risiko diambil sendiri sama pengusahanya, ya biasa sepuluh sekarang jadi delapan dengan harapan bisa stabil lagi soalnya kalau kita langsung naikin harga ke pelanggan risikonya lebih besar dari pada kita menanggung risiko,” tutupnya.
ADVERTISEMENT