news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Saham Garuda Mulai Bangkit, Meroket Sejak Pertengahan Januari 2019

8 Februari 2019 15:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Garuda Indonesia Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Garuda Indonesia Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Saham maskapai PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sejak pertengahan Januari 2019 mengalami kenaikan tajam. Padahal, saham maskapai pelat merah ini pada periode 2016-2018 hanya berkutat di angka Rp 200-300, bahkan mengalami tren penurunan. Saham GIAA juga pernah anjlok di posisi Rp 300 pada periode Oktober 2015, dari posisi tertingginya yang sempat di harga Rp 650. Namun, saham GIAA mulai menanjak sejak 18 Januari 2019, menyentuh level Rp 292. Sejak awal tahun (year-to-date), saham GIAA sudah meningkat 72,41 persen. Di awal tahun, saham GIAA bertengger di level Rp 290. Posisi terendah berada di Rp 282 dan tertinggi di Rp 520. Hari ini pukul 14.12 WIB, saham emiten pelat merah ini berada di angka Rp 500 atau meningkat 0,81 persen sejak pembukaan perdagangan pagi tadi.
Pergerakan Harga Saham Garuda Indonesia dalam 5 Tahun. Foto: Dok. Istimewa
Meski terjadi peningkatan harga sejak awal 2019, harga saham Garuda Indonesia masih di bawah harga penawaran perdana atau Initial Public Offering (IPO) yang dilepas di Rp 750 per lembar pada 11 Februari 2011. Penguatan kinerja saham GIAA, ternyata tak sejalan dengan kondisi keuangan perusahaan. Pada tahun 2017, GIAA mencatatkan kerugian USD 216,58 juta. Sementara pada 2018 (posisi Januari-September), laporan keuangan perseroan juga masih rugi USD 207,45 juta.
Pesawat Sriwijaya Air dengan logo Garuda Indonesia. Foto: Dok. Istimewa
Analis Binaartha Sekuritas M Nafan Aji Gusta Utama menjelaskan sisi lain kenapa saham GIAA melonjak tajam hingga hari ini meski fundamental seperti kinerja keuangan belum stabil alias masih merah. Pertama, Nafan menyebut, bergabungnya Sriwijaya Air dan NAM Air ke dalam bendera Garuda Indonesia Group menjadi salah satu sentimen positif dalam menggerakkan harga saham. Faktor lain ialah penguatan mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi sejak November 2018. Rupiah berhasil memukul keperkasaan dolar AS, bahkan pekan ini kurs mata uang Garuda berada di bawah Rp 14.000. Penguatan rupiah sangat penting bagi industri penerbangan karena mayoritas biaya di maskapai berdenominasi dolar, namun sebagian besar pendapatan dalam bentuk rupiah. "Faktor terapresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kemudian, pemasangan alat Wifi ke armada pesawat GIAA. Itu saja," kata Nafan kepada kumparan, Jumat (8/2). Sementara itu, Analis Bahana Securities Muhammad Wafi menambahkan, faktor pendorong kinerja saham GIAA lainnya, yakni adanya kenaikan harga tiket dan menurunnya harga minyak dunia. Harga tiket mampu menaikkan pendapatan, sementara penurunan harga minyak berpengaruh pada berkurangnya biaya yang ditanggung. "Tren harga minyak turun, pengambilalihan operasional Sriwijaya, pembukaan beberapa rute baru, kenaikan harga tiket atau bagasi, kenaikan jumlah penumpang atau wisatawan," tutur Wafi.
ADVERTISEMENT