Said Didu: Utang BUMN Naik, Kok Pendapatannya Enggak?

12 Desember 2018 18:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kantor Kementerian BUMN di Medan Merdeka Selatan. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Kementerian BUMN di Medan Merdeka Selatan. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Melonjaknya utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sejak periode 2015-2017 menjadi sorotan. Adapun total utang BUMN pada 2017 tercatat Rp 5.25 triliun, naik Rp 1.474 triliun dari periode 2015 sebanyak Rp 3.778 triliun.
ADVERTISEMENT
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, mengaku heran kenaikan utang yang terus terjadi tersebut tak diiringi penambahan pendapatan. Padahal, kata dia, seharusnya pendapatan ikut melonjak.
“Kalau tambah utang, revenue-nya harus naik dong. Kalau enggak, ada masalah,” kata Said Didu di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan, Rabu (12/12).
Berdasarkan catatan dia, pendapatan BUMN selama tiga tahun terakhir hanya naik Rp 326 triliun. Rinciannya di 2015 hanya Rp 1.702 triliun, 2016 sekitar Rp 1.969 triliun, dan 2017 sekitar Rp 2.028 triliun.
Said Didu kemudian membandingkannya pada 2012-2014. Selama periode tersebut, utang BUMN naik Rp 824 triliun. Rinciannya di 2012 sebesar Rp 2.654 triliun, 2013 Rp 3.279 triliun, dan pada 2014 Rp 3.487 triliun. Total pendapatan BUMN pada periode itu sebesar Rp 5.393 triliun.
ADVERTISEMENT
“Siapa tahu dia (ada BUMN) yang bangun pabrik, tapi enggak. Jadi saya enggak tahu kenaikan utang itu ada di mana sekarang dan untuk apa,” katanya.
Dia menambahkan, aset BUMN selama 2015-2017 hanya naik Rp 1.440 triliun, dari semula Rp 5.760 triliun di 2015 menjadi Rp 7.200 triliun di 2017. Sementara aset BUMN selama 2012-2014 naik Rp 1.090 triliun, dari semula Rp 3.467 triliun di 2012 menjadi Rp 4.577 triliun di 2014.
“Naiknya aset (2015-2017) itu juga ada sebab, revaluasi aset dan karena utang. Jadi perlu kita ketahui penyebabnya,” tegasnya.