Salah Kebijakan Pemerintah yang Membebani PLN Rp 7,46 Triliun

9 Oktober 2018 15:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi meteran listrik (Foto: Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi meteran listrik (Foto: Antara)
ADVERTISEMENT
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I yang diumumkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, nilai Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik untuk sebagian golongan tarif nonsubsidi tahun 2017 lebih tinggi dari tarif jualnya dan membebani PT PLN (Persero) senilai Rp 7,46 triliun pada 2017.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari IHPS I BPK, disebutkan bahwa hal ini terjadi karena pemerintah tidak melaksanakan ketentuan tentang tariff adjustment yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PLN beserta perubahannya.
Dalam rekomendasinya, BPK meminta kepada Menteri ESDM dan Menteri Keuangan untuk menyikapi tarif di luar subsidi yang membebani PLN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, pemerintah salah langkah ketika pada 2017 lalu menetapkan tarif listrik tak boleh naik sampai 2019.
Apalagi sekarang biaya energi primer untuk pembangkit listrik (batu bara, gas, solar) sedang tinggi. Ditambah lagi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah. Kalau tarif listrik nonsubsidi tetap naik-turun sesuai regulasi, PLN tak terbebani.
ADVERTISEMENT
Masalahnya lagi, situasinya kurang memungkinkan bagi pemerintah buat kembali menerapkan mekanisme tariff adjustment untuk listrik nonsubsidi. Dengan kondisi sensitif di tahun politik sekarang, kenaikan tarif listrik nonsubsidi bisa jadi isu liar.
"Memang seharusnya Menteri ESDM tidak membatalkan penyesuaian tarif berkala tahun 2017 lalu, tapi pemerintah punya diskresi dalam menetapkan kebijakannya. Saya kira kalau kebijakan tariff adjustment akan diberlakukan lagi pada 2019, akan menimbulkan isu politik. Memang seharusnya tariff adjustment itu tidak dibatalkan di 2017," kata Fabby kepada kumparan, Selasa (9/10).
Ilustrasi petugas PLN. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi petugas PLN. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Dalam jangka pendek, yang paling memungkinkan dilakukan pemerintah untuk meringankan beban PLN adalah dengan mengatur biaya energi primer.
"Dengan demikian finansial PLN terjaga tapi gejolak politik terhindari. Saat ini ada kebijakan DMO batu bara yang dapat mengurangi beban finansial PLN dan menjaga agar biaya produksi listrik terkendali. Selain itu ada instrumen PMN (Penyertaan Modal Negara)," paparnya.
ADVERTISEMENT
Ke depan, ia menyarankan agar mekanisme penyesuaian tarif listrik nonsubsidi dikembalikan seperti semula segera setelah Pemilihan Umum (Pemilu) selesai dan suasana kembali tenang.
"Menteri ESDM perlu mengembalikan mekanisme tariff adjustment pada tahun 2019, setelah Pemilu. Mungkin tidak tahun ini atau dalam waktu dekat," tutupnya.